Sabtu, 22 September 2012

PERAN BK DALAM MENGATASI PERTENGKARAN SISWA



BAB I
PENDAHULUAN
  Pada akhir-akhir ini, jika kita menonton televisi, membaca surat kabar atau mendengarkan radio, berita yang selalu muncul diantaranya permasalahan pertengkaran, perkelahian antar pelajar bahkan bukan hanya dilakukan oleh siswa tetapi perkelahian yang dilakukan oleh siswi. Pemicunya kadang-kadang hanya persoalan kecil. Oleh karena kurang bisa mengendalikan diri maka terjadilah hal-hal yang negative yang berdampak semakin menurunya aktivitas  belajar mereka.

 Permasalahan siswa yang bertengkar atau yang bertikai baik terjadi  oleh dua siswa ataupun oleh kelompok haruslah ada upaya memedisasi siswa- siswa yang bertikai oleh pihak sekolah ,  agar siswa dapat beraktivitas belajar dengan  baik. Oleh karena itu di sekolah  pelayanan Bimbingan  dan Konseling sangat diperlukan.
Pelayanan yang dilakukan oleh Bimbingan Konseling di sekolah yaitu: (1) Orientasi; (2) Informasi; (3) Penyaluran; (4) Pembelajaran; (5) Penguasaan konten; (6) Kkonseling Perorangan; (7) Bimbingan Kelompok; (8) Konseling Kelompok; (9) Konsultasi; (10) mediasi. (Wardati, 2011:106)

 Salah satu Pelayanan Bimbingan Konseling di atas  adalah pelayanan mediasi. Pihak sekolah khususnya Konselor dengan pelayanan mediasi tersebut dapat berupaya untuk mendamaikan siswa-siswa yang bertengkar dengan langkah-langkah yang sudah ditentukan.

 Dengan latar belakang tersebut Penulis tertarik untuk membahasnya dalam makalah dengan tema “Peran Bimbingan dan  konseling dalam memediasi Pertengkaran siswa”.   
BAB II
Peran Bimbingan dan Konseling dalam Memediasi Pertengkaran Siswa
A.     Pertengkaran Siswa
Pertengkaran menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ialah percekcokan, perdebatan namun apabila pertengkaran itu berlanjut menjadi perkelahian yang bukan hanya percekcokan adu kata-kata tetapi sampai adu tenaga. Perkelahian  yang terjadi antara siswa termasuk salah satu jenis Kenakalan remaja (willis, 2012: 91).

Pertengkaran yang kerap terjadi pada siswa yang berusia remaja karena faktor perkembangan individu. Menurut Papalia (Supriatna, 2011: 50) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan individu siswa dikatagorikan kedalam faktor internal. Faktor internal adalah faktor pembawaan sejak lahir yang dinamakan heredety. Faktor heredety ialah segala yang dibawa sejak lahir, yang diterima anak dari orang tuanya. Faktor lainnya yang mempengerahuinya adalah faktor eksternal. Faktor eksternal merupakan faktor yang berpengaruhi terhadap diri individu yang berasal dari lingkungan.

Pada usia remaja lingkungan yang sangat berpengaruh adalah kelompok. Dari pergaulan kelompok sebaya, anak belajar aspek-aspek yang penting dalam proses sosialisasi. Remaja lebih patuh terhadap aturan kelompok sebaya bahkan jika dibandingkan kepatuhan orang tua. Keterikatan siswa sekolah menengah dalam kelompok, rawan untuk menimbulkan kenakalan remaja, seperti perkelahian antar sekolah, tindak pencurian dan lain sebagiannya. Namun apabila masa ini mendapat bimbingan justru akan menjadikan remaja yang berguna.

B.      Peran Bimbingan Konseling dengan Layanan Mediasi dalam Mengatasi Pertengkaran Siswa 
1. Pengertian dan tujuan  Layanan Mediasi dalam Bimbingan dan  Konseling
Istilah “mediasi” terkait dengan istilah “media” yang berasal dari kata “medium” yang berarti perantara sama dengan “wasilah” yang juga berarti perantara. Berdasarkan arti di atas, mediasi bisa dimaknai sebagai suatu kegiatan yang mengantarai atau menjadi wasilah atau menghubungkan yang semula terpisah. (Tohirn, 2007:195). Menurut Prayitno (Tohirin, 2007:195) layanan mediasi merupakan layanan konseling yang dilaksanakan konselor terhadap dua pihak atau lebih yang sedang dalam keadaan saling tidak menemukan kecocokan.

Adapun tujuan layanan mediasi dalam bimbingan dan konseling adalah agar terjadi perubahan atas kondisi awal yang negative (bertikai atau bermusuhan) menjadi kondisi baru positif (kondusif dan bersahabat) dalam hubungan antara kedua belah pihak yang bermasalah. (tohirin, 2007:196).

Terjadinya perubahan dari kondisi awal yang negative kepada kondisi baru yang positif, misalnya (1) rasa bermusuhan kepada pihak lain menjadi rasa damai; (2) adanya perbedaan menjadi adanya kebersamaan; (3) sikap menjauhi pihak lain menjadi mendekati pihak lain; (4) sikap membalas menjadi sikap memaafkan.

2. Isi  Layanan Mediasi
Isi yang dibahas dalam layanan mediasi adalah hal-hal yang berkenaan dengan hubungan yang terjadi antara individu-individu (para siswa) atau kelompok. Masalah tersebut mencakup: (a) pertikaian atas kepemilikan sesuatu; (b) kejadian dadakan (seperti perkelahian); (c) perasaan tersinggung; (d) dendam dan sakit hati; (e) tuntutan atas hak. Berdasarkan cakupan diatas, isi atau masalah yang dibahas dalam layanan mediasi lebih banyak berkenaan dengan masalah individu yang berhubungan dengan orang lain atau lingkungannya (masalah sosial). Dalam masalah layanan mediasi bukan masalah yang bersifat kriminal (Tohirin, 2007: 197).

3. Teknik Layanan Mediasi
Penerapan teknik dalam layanan mediasi bertujuan untuk mengaktifkan siswa yang bertengkar dalam proses layanan. Ada dua teknik dalam layanan mediasi yaitu: teknik umum dan teknik khusus. (Tohirin, 2007: 197)
Pertama, teknik umum. Yang termasuk kedalam teknik umum adalah: (a) Penerimaan terhadap konseli. Suasana penerimaan harus dalam kehangatan. Penghormatan, keakraban, keterbukaan agar menciptakan suasana kondusif dalam proses leyanan; (b) Penstrukturan. Dalam penstrukturan dikembangkan pemahaman kepada konseli tentang apa, mengapa, untuk apa dan bagaimana layanan mediasi. Selain itu konselor memberi pemahaman kepada konseli bahwa konselor tidak memihak kecuali kepada kebenaran; (c) Ajakan berbicara. Dalam ajakan berbicara konselor berupaya mencari tahu permasalahan yang dialami konseli dan bagaimana caranya dapat bertemu dengan mereka(siswa yang bermasalah). (Tohirin, 2007: 198)
Kedua, Teknik khusus. Beberapa teknik khusus dalam layanan mediasi yaitu; (a) informasi dan contoh pribadi. Dalam teknik ini pemberian informasi harus objektif, kemudia pemberian contoh pribadi janganlah berlebih-lebihan; (b) Perumusan tujuan, pemberian contoh. Teknik ini digunakan untuk terbentuknya tingkah laku baru; (c) Nasihat. Teknik ini diterapkan apabila benar-benar diperlukan. Apabila teknik sudah diterapkan secara baik maka tekni nasihat tidak diperlukan lagi; (d) peneguhan hasrat dan kontrak. Teknik ini merupakan komitmen diri bahwa apa yang telah dihasilkan dalam layanan mediasi benar-benar dilaksanakan. Komitmen  itu disusun dalam bentuk kontrak yang realisasinya akan ditindaklanjuti oleh konseli dan konselor. (Tohirin, 2007:200).

4. Pelaksanaan Layanan Mediasi
Pelaksanaan layanan media mempunyai tahapan-tahapan yaitu: perencanaan, pelaksaan, evaluasi, analisi hasil evaluasi, tindak lanjut, dan laporan. Penulis merangkum pelaksanaan layanan mediasi dari Tohirin ( 2007: 204-206).
Pertama, perencanaan. Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah; (a) mengidentifikasi pihak-pihak yang bertengkar; (b) mengatur pertemuan dengan konseli; (c) menetapkan fasilitas layanan; (d) menyiapkan kelengkapan administrasi.
Kedua, pelaksanaan. Dalam kegiatan ini meliputi; (a) menerima pihak-pihak yang berselisih; (b) penstrukturan layanan mediasi; (c) membahas masalah yang dirasakan pihak-pihak yang berselisih; (d) menyelengarakan pengubahan tingkah laku peserta layanan; (e) membina komitmen peserta layanan demi hubungan dengan pihak lain; (f) melakukan penilaian.
Ketiga, evaluasi. Fokus evaluasi hasil layanan mediasi ialah diperolehnya pemahaman baru konseli, berkembangnya perasaan positip konseli, kegiatan apa yang dilakukan konseli setelah proses pelayanan.
Keempat, analisis hasil evaluasi. Pada tahap ini yang dilakukan adalah menafsirkan hasil evaluasi dalam kaitannya dengan ketuntasan penyelesaian masalah yang dialami oleh pihak-pihak yang mengikuti layanan mediasi.
  Kelima, tindak lanjut. Dalam tahap ini konselor melakukan layanan mediasi lanjutan untuk membicarakan hasil evaluasi dan memantapkan perdamaian diantara pihak-pihak yang bertengkar.
Keenam, laporan. Dalam tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah membicarakan laporan yang diperlukan oleh peserta layanan mediasi, mendekumentasikan laporan layanan mediasi.  
      
SIMPULAN
1.      Pertengkaran  yang dilakukan oleh pelajar kerap terjadi. Permasalahan tersebut harus ditangani sebelum menjadi kasus kriminal yang tentunya merugikan siswa itu sendiri bahkan sekolah dan keluarga siswa.
2.      Solusi dapat dilakukan oleh sekolah dengan mengoptimalkan peran bimbingan dan konseling di sekolah karena bimbingan dan konseling mempunyai layanan-layanan, salah satunya adalah layanan mediasi yang dapat dimanfaatkan untuk mengatasi dan mendamaikan siswa yang bertengkar.
DAFTAR PUSTAKA



1.                  Supriatna Mamat (ed)  2011  Bimbingan dan konseling Berbasis kompetensi,  
             Rajawali Press, jakarta.
2.                   Tohirin                        2007    Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah,
                                                 Rajawali Press, jakarta.
3.                  Wardati                       2011    Implementasi Bimbingan dan Konseling di sekolah,
                                                 Prestasi Pustaka, jakarta.
4.                  Willis Sofyan               2012    Remaja dan masalahnya, Alfabeta, Bandung.
                                                             









PERAN SIM DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN DI LEMBAGA PENDIDIKAN


BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang

Salah satu fungsi yang sangat penting dalam kepemimpinan adalah pengambilan keputusan, sebagai pimpinan sebagian besar waktu,perhatian,dan pikirannya  dipergunakan untuk mengkaji proses pengambilan keputusan. Semakin tinggi seseorang menjadi pemimpin maka semakin besar tugas yang diemban dalam pengambilan keputusan agar lembaganya dapat terus maju.
Pengambilan keputusan tidaklah mudah, terkadang pengambilan keputusan itu bukan menyelesaikan masalah tetapi menambah masalah baru mungkin dikerenakan oleh: pertama, pemimpin tidak mengambil  atau mendapat informasi yang lengkap. Kedua, walaupun lengkap informasi yang diperoleh tapi tidak bisa mengolah informasi tersebut. Oleh karena itu dalam pengambilan keputusan sangat membutuhkan informasi yang utuh dan diolah informasi tersebut secara berkaitan (tersistem) dengan demikian system informasi manajemen sangat berperan dalam pengambilan keputusan, terutama dalam lembaga Pendidikan yang sebagian besarnya untuk bidang pelayanan jasa yang sangat menetukan dalam pengembangan peserta didik.
Dengan latar belakang tersebut maka Kami Kelompok Lima akan membahas “Peran SIM  dalam Pengambilan Keputusan di Lembaga Pendidikan”

B.      Rumusan Masalah
Adapun  rumusan masalah dalam makalah ini sebagai berikut:
1.      Bagaimana pengertian Pengambilan keputusan?
2.      Apa faktor-faktor dalam pengambilan keputusan?
3.      Apa langkah-langkah dalam pengambilan keputusan?
BAB II
PERAN SIM PAI DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN
A.     Pengertian Pengambilan Keputusan
Secara etimologis kata decide berasal dari bahasa latin prefik de yang berarti off, dan kata caedo yang berarti to cut. Hal ini berarti proses kognitif cut off sebagai tindakan memilih diantara beberapa alternative yang mungkin.(Ety Rohaety, 2010:151).
Menurut max (1972) pengambilan keputusan merupakan pemilihan dari beberapa alternative(Ety Rohaeti, 2010:151). Sedangkan menurut George R Tery pengambilan keuputusan ialah pemilihan alternative prilaku (kelakuan) tertentu dari dua atau lebih alternative yang ada(Ety Rohaety,2010:151). DR. Ety Rohaety(2010:152)  menyimpulkan bahwa Pengambilan keputusan ialah sebuah hasil dari pemecahan masalah, jawaban dari suatu pertanyaan sebagai hukum situasi, dan merupakan pemilihan dari salah satu alternative dari alternative yang ada, serta pengakhiran dari proses pemikiran tentang masalah atau problema yang dihadapi.
Fungsi dari pengambilan keputusan yaitu, (1) pangkal permulaan dari semua aktivitas manusia yang sadar dan terarah, baik secara individual maupun kelompok, baik institusional maupun organisasional; (2) sesuatu yang bersifat futuristic, artinya bersangkut paut dengan hari depan.(Ety Rohaety, 2010:152).

Tujuan pengambilan keputusan, yaitu (1) tujuan bersifat tunggal, terjadi apabila keputusan yang dihasilakan hanya menyangkut satu masalah, artinya sekali diputuskan tidak ada kaitannya dengan masalah lain; (2) tujuan yang bersifat ganda terjadi apabila keputusan yang dihasilkan menyangkut lebih dari satu masalah, artinya bahwa keputusan yang diambil sekaligus memecahkan dua masalah atau lebih, yang bersifat kontradiktif atau yang tidak kontradiktif.(Ety Rohaety, 2010:153).

Dalam pengambilan keputusan ada tiga unsur yang harus diperhatikan yaitu (1) data; (2) prosodur keputusan; (3) pengambilan keputusan. (Moekijat,2005:170)
B.      Faktor-faktor Pengambilan Keputusan
Dalam pengambilan keputusan tidak akan terlepas dari factor-faktor yang mempengaruhinya menurut Ety Rohaety, 2010:157 sebagai berikut:
1.      Kedudukan kepala sekolah sebagai pimpinan tertinggi di sekolah dan bertanggung jawab atas jalannya pendidikan
2.      Masalah yang diputuskan apakah masalah di dalam sekolah ataukah masalah di luar sekolah seperti kebijakan pemerintah
3.      Melihat situasi di dalam dan di luar sekolah sehingga keputusan itu tidak mengakibatkan hal-hal yang lebih buruk.
4.      Kondisi yang memungkinkan keputusan itu dikeluarkan dengan melihat factor-faktor yang ada
5.      Tujuan dari pengambilan keputusan diperhitungkan dampak internal dan eksternal sekolah.
Pendapat lain mengatakan bahwa factor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan dalam (Ety, 2010:156), sebagai berikut:  
1.      Keadaan internal organisasi
Keadaan ini bersangkut paut dengan apa yang ada di dalam organisasi tersebut yang meliputi dana, keadaan SDM, kemampuan karyawan, kelengkapan dari peralatan organisasi.
2.      Keadaan eksternal organisasi
Keadaan ini bersangkut paut dengan apa yang ada di luar organisasi, seperti ekonomi, social-politik, hukum, budaya.
3.      Tersedianya informasi yang diperlukan
Informasi yang diperlukan mempunyai sifat: (1) akurat; (2) up to date; (3) komperhensif; (4) relevan; (5) memiliki kesalahan yang kecil.
4.      Kepribadian dan kecakapan pengambilan keputusan
Kepribadian dan kecakapan meliputi kebutuhan, intelegensi, keterampilan, dan kapasitas penilaian.
C.      Langkah-langkah dalam Pengambilan Keputusan
Langkah-langkah dalam pengambilan keputusan menurut Rohiat, (2010:20) sebagai berikut:
1.      Menganalisi adanya suatu masalah
2.      Memikirkan alternative pemecahan masalah
3.      Menganalis alternatif keputusan yang menguntungkan dengan resiko yang paling minimal
4.      Menentukan alternative yang terbaik
5.      Menetapkan keputusan
Sedangkan menurut Herbert A. Simon dalam Ety Rohaeti , (2010: 165) langkah-langkah dalam pengambilan keputusan yang dapat dipakai dalam lembaga pendidikan sebagai berikut:
1.      Intelegensi yaitu menyelidiki lingkungan bagi kondisi mengambil keputusan, data mentah diperoleh, diproses, dan diperiksa untuk pertunjukan yang dapat mengidentifikasi masalah.
2.      Rancangan, yaitu menemukan, mengembangkan, dan menanalisis kegiatan yang mungkin dilakukan. Hal ini mencakup proses memahami masalah, membangkitkan cara pemecahan, dan menguji pemecahan untuk mengetahui mungkin tidaknya dilaksanakan.
3.      Pilihan, yaitu memilih suatu cara kegiatan khusus dari cara-cara yang telah diperoleh, suatu pilihan diambil dan dilaksanakan.
4.      Implemnetasi, yaitu pelaksanaan tindakan setelah memperoleh pilihan atas berbagai alternative kegiatan yang telah ditentukan.                                                                                                                                                                                                                                                                             
BAB III
SIMPULAN

1.      Pengambilan keputusan merupakan tugas penting bagi pemimpin lembaga khusunya lembaga pendidikan
2.       SIM PAI sangat berperan dalam proses pengambilan keputusan bagi pimpinan lembaga sekolah
3.      Langkah-langkah pengambilan keputusan yaitu intelegensi, rancangan, pilihan, implementasi

DAFTAR PUSTAKA

Ety Rohaety                 Sistem Informasi Manajemen Pendidikan, bumi akasara 2010

Moekijat                      Pengantar Sistem Informasi Manajemen, Mandar maju 2005

Rohiat                          Manajemen Sekolah,Refika aditama, 2010  

PERAN BK DALAM MENGATASI PROBLEM PENYESUAIAN DIRI SISWA


BAB I

PENDAHULUAN

Sekolah merupakan lingkungan kedua bagi siswa, setelah lingkungan keluarga. Sekolah dilengkapi berbagai fasilitas merupakan lembaga yang dipercayai Pemerintah untuk menyelengarakan pendidikan. Selam 6 jam siswa akan berada di sekolah untuk belajar berbagai macam pelajaran buat bekal dimasa depan, oleh sebab itu, sebaiknya setiap siswa mengenal lingkungan sekolah sebelum proses belajar.

Ketika siswa baru masuk diterima di sekolah yang baru dengan suasana yang baru pula, tidak semua siswa merasa senang dan nyaman. Pada kenyataanya banyak berbagai hal yang membuat seorang siswa baru mengalami kendala dalam menyesuaikan diri di sekolah yang baru.

Kesulitan untuk beradaptasi dengan lingkungan sekolah yang baru terkadang siswa enggan dan butuh waktu yang cukup lama untuk  memahami keadaan sekolah, guru dan teman barunya. Penyusuain diri telah menjadi  Problem Remaja,(willis, 2012: 55). Ketidak kemampuan bersosialisasi akan menimbulkan mal adaptif (prilaku menyimpang) bagi individu. (Tohirin, 2007: 141).  Oleh karena itu harus ada upaya dari sekolah untuk membimbing siswa dalam menyesuaikan diri.
Bimbingan dan konseling Sekolah merupakan solusi untuk mengatasi probelma penyesuaian diri siswa, karena diantara  fungsi dan layanan   Bimbingan dan koseling  di sekolah yang dapat terapkan dalam mengatasi problema penyesuaian diri siswa yaitu fungsi pemahaman dan layanan orientasi. (Wardati, 2011: 103)
Dengan latar belakang tersebut Penulis tertarik untuk membahasanya dalam makalah dengan tema “ Peran Bimbingan dan Konseling dalam Mengatasi Problema Penyesuaian Diri Siswa”. 

BAB II
Peran Bimbingan dan Konseling dalam Mengatasi Problema Penyesuaian Diri Siswa
A.                 Problema Penyesuaian Diri  penyesuan diri
Penyesuaian diri ialah kemampuan seseorang untuk hidup dan bergaul secara wajar terhadap lingkungannya, sehingga ia merasa puas terhadap dirinya dan terhadap lingkunganya.( Willis, 2012: 55).
Penyusuaian diri mencakup; (1) Penyesuaian diri pada diri sendiri; (2) Penyesuaian diri di keluarga; (3) penyesuaian diri di sekolah; (4) Penyesuaian diri di masyarakat. (Willis, 2012: 55).
Khusus penyesuai diri di sekolah yang akan Penulis bahas di makalah ini meliputi: (1) Penyesuai diri terhadap guru; (2) Penyesuai diri terhadap mata pelajaran; (3) Penyesuain diri terhadap teman sebaya; (4) Penyesuaian diri terhadap lingkungan sekolah. (Willis, 2012: 61)
Pertama, penyesuai diri terhadap guru. Penyesuaian diri terhadap guru banyak bergantung kepada sikap guru menghadapi murid-muridnya. Guru yang banyak memahami tentang perbedaan individual murid akan lebih mudah mengadakan pendekatan terhadap berbagai masalah yang dihadapi muridnya. Guru hendaknya memperdalam ilmunya tentang Psikologi dan Ilmu Pendidikan, terutama Psokologi remaja dalam menghadapi anak-anak remaja. ( Willis, 2012: 62)
Kedua, Penyesuain diri terhadap mata pelajaran. Dalam hal ini kurikulum hendaknya disesuaikan dengan umur, tingkat kecerdasan, kebutuhan. Dengan jalan demikian anak akan mudah menyesuaikan diri terhadap mata pelajaran yang diberikan kepadanya. Namun hal ini banyak tergantung kepada gurunya, yaitu kemampuan menggunakan metode mengajar, sikap loyal terhadap pendidikan, berwibawa dan lain-lain. ( Willis, 2012: 62)
Ketiga, penyesuai diri terhadap teman sebaya. Hal ini sangat penting bagi perkembangan murid, terutama perkembangan sosial. Teman sebaya ialah kelompok anak-anak yang hampir sama umurnya, kelas dan motivasi bergaulnya. Apabila siswa tidak bisa menyesuaikan diri dengan teman sebaya kemungkinan besar akan dikucilkan bahkan dimusuhi oleh teman sebayanya. ( Willis, 2012: 63).
Keempat, penyesuai diri terhadap lingkungan fisik dan sosial sekolah. Dalam hal ini adalah gedung sekolah, alat-alat sekolah, fasilitas belajar dan lingkungan sosial lainnya. Jika sekolah kurang fasilitas untuk kelancaran pendidikan maka siswa akan mendapatkan kesulitan dalam belajar dan guru akan capek. ( Willis, 2012: 63).
Faktor-faktor  yang menjadi kendala  siswa dalam  menyesuaikan diri di sekolah berasal dari faktor internal dan eksternal. Faktor internal biasanya berasal dari dalam diri sendiri antara lain karena ketidakpercayaan diri, sifat yang pendiam, sukar bergaul dengan teman baru atau mungkin mempunyai sifat penakut. Faktor eksternal biasanya berasal dari lingkungan yang baru dimasukinya, misalnya dilingkungan sekolah yang baru, teman-teman yang baru, guru-guru yang baru. (Sriyanto, 2010: 3).

B.             Peran Bimbingan Konseling dengan layanan Orientasi dalam mengatasi Problem Penyesuaian Diri Siswa.
1.              Pengertian dan tujuan Layanan Orientasi
Menurut Prayitno ( Tohirin, 2007: 141) orientasi berarti tatapan kedepan ke arah dan tetang sesuatu yang baru. Berdasarkan ini layanan orientasi bermakna suatu layanan terhadap siswa baik di sekolah maupun di madrasah yang berkenaan dengan tatapan ke depan ke arah dan sesuatu yang baru. ( Tohirin, 2007: 141).
Layanan orientasi berusaha menjembatani kesenjangan antara individu dengan suasana ataupun objek-objek baru. Layanan ini juga akan mengantarkan siswa memasuki suasana ataupun objek baru agar ia dapat mengambil manfaat berkenaan dengan suasana dan objek baru tersebut. ( Tohirin, 2007: 142).
Adapun  layanan orientasi dilihat dari fungsi pemahaman bertujuan untuk membantu individu agar memiliki pemahaman tentang berbagai hal yang penting dari suasana yang baru saja dijumpai. ( Tohirin, 2007: 142).

2.              Isi dan Teknik Layanan Orientasi

Isi layanan orientasi adalah berkenaan dengan suasana, lingkungan dan objek-objek yang baru bagi individu. Hal ini mencakup bidang-bidang; (a) pengembangan pribadi; (b) pengembangan hubungan sosial; (c) pengembangan kegiatan belajar; (d) pengembangan karier; (e) pengembangan kehidupan keluarga; (f) pengembangan kehidupan beragama. ( Tohirin, 2007: 143).
Adapun teknik-teknik yang dapat diterapkan dalam layanan orientasi adalah; (a) penyajian, yaitu melalui ceramah, tanyajawab, diskusi; (b) pengamatan, yaitu melihat lansung objek-objek yang terkait dengan isi layanan; (c) partisipasi, yaitu dengan melibatkan diri secara lansung dalam suasana dan kegiatan, mencoba dan mengalami sendiri; (d) studi dokumentasi, yaitu dengan membaca dan mempelajari berbagai dokumen yang terkait; (e) komtemplasi, yaitu dengan memikirkan dan merenungkan tentang berbagi hal yang menjadi isi layanan. ( tohirin, 2007: 145).
3.              Pelaksanaan Layanan Orientasi
Proses atau tahapan layanan orientasi adalah sebagai berikut:
Pertama, perencanaan. Pada tahap ini hal-hal yang dilakukan adalah; (a) menetapkan objek orientasi yang akan dijadikan isi layanan; (b) menetapkan peserta layanan; (c) menetapkan isi kegiatan; (d) menyiapkan fasilitas termasuk penyaji, nara sumber dan media; (e) menyiapkan kelengkapan administrasi. ( Tohirin, 2007: 146).
Kedua, pelaksanaan. Pada tahap ini hal-hal yang dilakukan adalah; (a) mengorganisasikan kegaiatan layanan; (b) mengimplementasikan pendekatan tertentu termasuk format layanan dan penggunaan media. (Tohirin, 2007: 146).
Ketiga, evaluasi. Hal-hal yang dilakukan adalah; (a) menetapkan materi evaluasi; (b) menetapkan prosedur evaluasi; (c) menyusun instrumen evaluasi; (d) mengaplikasikan instrumen evaluasi; (e) mengolah hasil aplikasi evalusai.( Tohiri, 2007: 146).
Keempat, analisis hasil evaluasi. Hal-hal yang dilakukan pada tahap ini adalah; (a) menyiapkan standar analisis; (b) melakukan analisis; (c) menafsirkan hasil analisis. ( Tohirin, 2007: 146).
Kelima, tindak lanjut. Hal-hal yang dilakukan pada tahap ini; (a) menetapkan jenis dan arah tindak lanjut; (b) mengomonikasikan rencana tindak lanjut kepada berbagai pihak terkait; (c) melaksanakan rencana tindak lanjut. ( Tohirin, 2007:146).
Keenam, laporan. Meliputi; (a) menyusun laporan layanan orientasi; (b) menyampaikan laporan kepada pihak yang terkait(kepala sekolah); (c) mendokumentasikan laporan. ( Tohirin, 2007:

SIMPULAN
Penyesuaian diri  merupakan problema bagi siswa karena lingkungan yang baru bagi individu merupakan sesuatu yang “asing”. Dalam keterasingan individu akan kesulitan untuk bersosialisasi.
Solusi untuk mengatasi hal tersebut maka Peran Bimbingan dan Konseling sekolah dengan layanan orientasi dapat menjembatani kesenjangan antara siswa dengan suasana dan objek-objek yang baru.
       

DAFTAR PUSTAKA
1.      Sriyanto           2010    Bimbingan dan Konseling untuk SMP, Yudistira.

2.      Tohirin             2007    Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah,
Rajawali Press, jakarta

3.      Wardati           2011    Implimentasi Bimbingan dan konseling di sekolah,
            Prestasi Pustaka, jakarta.

4.      Willis sofyan    2012    Remaja dan Masalahnya, Alfabeta, Bandung