Minggu, 16 Februari 2014

METODE INTERNALISASI


Dalam sebuah pengantar Prof. Tafsir berpendapat akhlak itu diajarkan melalui metode internalisasi. Teknik pendidikannya ialah peneladanan, pembiasaan, penegakan aturan, dan pemotivasian. Yang jelas, bukan dengan cara menerangkan atau mendiskusikan, jika perlu itu hanya cukup sedikit saja. (Majid, 2012: vi) 

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ( 2005: 439) internalisasi yaitu penghayatan terhadap suatu ajaran, doktrin, atau nilai sehingga merupakan keyakinan dan kesadaran akan kebenaran atau nilai yang diwujudkan di sikap dan prilaku. Sedangkan menurut Prof. Mulyasa ( 2012: 167) internalisasi yaitu upaya menghayati dan mendalami nilai, agar tertanam dalam diri setiap manusia.

 Dari definisi inetrnalisasi di atas maka penulis menyimpulkan metode internalisasi akhlak islam  yaitu cara efektif dan efesien dalam upaya menghayati ajaran akhlak islam untuk diwujudkan dalam prilaku sehari-hari. 

Tahapan-tahapan internalisasi nilai dalam pendidikan karakter atau akhlak menurut Prof. E. Mulyasa ( 2012: 167) mencakup (a) Transformasi nilai, pada tahap ini guru sekedar menginformasikan nilai-nilai yang baik dan kurang baik kepada siswa yang semata-mata merupakan komunikasi verbal. (b). Transaksi nilai, yaitu suatu tahap pendidikan karakter dengan jalan melakukan komunikasi dua arah antara guru dan siswa dengan memberikan contoh dalam kehidupan sehari-hari. (c). Transinternalisasi, yakni bahwa tahap ini lebih dari sekedar transaksi. Dalam tahap ini penampilan guru dihadapan peserta didik bukan lagi sosok pisiknya, melainkan sikap mental dan kepribadiannya   

Teknik-teknik internalisasi bisa dilakukan dengan peneladanan, pembiasaan, penegakan aturan, pemotivasian. 
a.       Peneladanan 
  Nabi Muhammad merupakan teladan bagi semua umat manusia sebagaimana Allah berfirman dalam surat al-ahzab ayat 21 :
 “ Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah ( al-Ahzab: 21).
Keteladanan dalam pendidikan merupakan metode yang berpengaruh dan terbukti paling berhasil dalam mempersiapkan dan membentuk akhlak dan etos sosial anak. Mengingat pendidik adalah pigur yang terbaik dalam pandangan anak dan anak akan mengikuti apa yang dilakukan pendidik. ( Ulwan, 2007: 142). Peneladanan sangat efektif untuk internalisasi karena murid secara psikologis senang meniru, dan karena sanksi-sanksi sosial yaitu seseorang akan merasa bersalah bila ia tidak meniru orang-orang di sekitarnya ( Tafsir, 2008:65) 

Peneladan harus dilakukan oleh guru, kepala sekolah dan aparat sekolah apabila di sekolah, di pesantren kyai, ustad dan para pembantu Pondok Pesantren, di masyarakat adalah pemimpin masyarakat.Prof. Tafsir ( 2012: 213) berpendapat keteladan terbagi dua yaitu pertama, keteladanan tidak sengaja. Keteladan yang tidak sengaja adalah keteladanan dalam keilmuan, kepemimpinan, sifat ikhlas.  Kedua, keteladanan yang disengaja adalah keteladanan disertai penjelasan atau perintah agar meneladaninya seperti tata cara solat, wudhu. Keteladanan dilakukan dengan cara rutin, seperti berpakian yang rapih berbicara yang sopan. Spontan yakni perbuatan yang lansung dikerjakan seperti guru tidak boleh berteriak. Atau dengan cara berkala seperti memperingati hati besar islam.  ( Gunawan, 2012: 60). 

Disekolah guru hendaklah menjadi gambaran konkret dari konsep moral dan akhlak, yang tumbuh dari nilai-nilai keimanan yang dimanisfestasikan pada peserta didik dalam setiap tindakan dan kebijakan. Guru hendaknya menjadi model dari karakter ideal seorang individu dalam berinteraksi dengan lingkungan social, baik di sekolah atau dimasyarakat dan menunjukan kompetensinya sebagi guru member contoh dan dikagumi dengan demikian peserta didik akan mendapatkan gambaran tantang akhlak mulia ( Hasanah, 2011: 288).

b.      Pembiasaan 
 Inti pendidikan yang sebenarnya adalah pendidikan akhlak yang baik. Akhlak yang baik itu dicapai dengan keberagamaan yang baik, keberagamaan yang baik itu dicapai dengan antara lain dengan pembiasaan. ( Tafsir, 2012: 231).Menurut A. Mujib ( Hasanah, 2011: 120) Pembiasaan merupakan upaya praktis dalam pembinaan dan pembentukan peserta didik. Upaya ini dilakukan mengingat manusia mempunyai sifat lupa dan lemah .  Keimanan dalam hati bersifat dinamis dalam arti bahwa senantiasa mengalami fluktuasi yang sejalan dengan pengaruh-pengaruh dari luar maupun dari dalam dirinya.  Menurut aan Hasanah ( 2011: 129) Pembiasaan merupakan upaya untuk melakukan stabilitasi dan pelembagaan nilai-nilai keimanan dalam peserta didik yang diawali dengan aksi ruhani ( solat, shaum) dan aksi jasmani.Ibrahim Amini ( Tafsir, 2008: 78) menyatakan bahwa orang yang terbiasa melakukan perbuatan-perbuatan tertentu ia tidak akan merasa terbebani lagi. Pada awalnya memang sulit untuk membiasakan perbuatan baik tetapi lama kelamaan bila dilakoni dengan ketekunan dan kesabaran ia akan dengan senang hati dan penuh kecintaan melakukan hal itu. Sayyidina Ali menyatakan bahwa kebiasaan adalah tabiat kedua. Pembiasaan adalah metode efektif dalam mendidik, pendidikan sebetulnya adalah proses pembiasaan.Menurut Ibrahim Amini ( Tafsir, 2008: 80) dalam pembiasaan motivasi kesadaran dan niat itu tetap eksis dan bahkan menguat. Kebiasaan berbuat baik akan menguat keinginan berbuat baik, kebiasaan meninggalkan perbuatan buruk akan memperkuat hasrat untuk meninggalkannya. Orang yang terbiasa melakukan sesuatu ia tetap memiliki motovasi. Prof. Mulyasa ( 2012: 167) berpendapat bahwa pembiasaan bisa dilakukan dengan terprogram dalam pembelajaran dan tidak terprogram dalam kegiatan sehari-hari. Pembiasaan terprogram dalam pembelajaran dengan perancanaan khusus dalam waktu tertentu seperti :
  1.   Biasakan peserta didik untuk bekerja sendiri, menemukan sendiri pengetahuan, ketrampilan dan sikap dalam setiap pembelajaran 
  2.  Biasakan peserta didik untuk bertanya dalam setiap pembelajaran 
  3.  Biasakan belajar  secara berkelompok untuk menciptakan “masyarakat belajar”
  4.  Guru harus membiasakan diri menjadi model dalam setiap pembelajaran
  5.    Biasakan melakukan refleksi pada setiap akhir pembelajaran.
  Adapun pembiasaan secara tidak terprogram dapat dilaksanakan sebagai berikut: 
  1.  Rutin, yaitu pembiasaan yang dilakukan terjadwal, seperti: upacara bendera, senam, shalat berjamaah, pemeliharaan kebersihan. 
  2.  Spontan, adalah pembiasaan tidak terjadwal dalam kejadian khusus seperti: prilaku memberi salam, membuang sampah pada tempatnya. 3). Keteladanan, adalah pembiasaan dalam bentuk prilaku sehari-hari seperti; berpakaian rapih, berbahasa yang baik, datang tepat waktu
 C. Penegakan Aturan   
Penegakan aturan merupakan aspek yang harus diperhatikan dalam pendidikan terutama pendidikan karakter (akhlak). Pada proses awal pendidikan karakter (akhlak) penegakan aturan merupakan setting limit dimana ada batasan yang tegas dan jelas mana yang harus dan tidak harus dilakuakn, mana yang boleh dan tidak boleh dilakukan peserta didik. ( Hasanah 2011:130).
 

Peraturan yang dikeluarkan sekolah merupakan aspek pertama yang harus ada dalam upaya pengembangan suasana sekolah yang kondusif. Salah satu dari peraturan ini adalah tata tertib sekolah yang memuat hak, kewajiban, sanksi dan penghargaan bagi siswa, kepala sekolah, guru dan karyawan. Tata tertib ini hendaknya mencerminkan nilai-nilai ketakwaan. ( Tafsir, 2008: 115)



Penegakan aturan merupakan alat untuk menegakan kedisiplinan. Untuk mendisiplinkan peserta didik perlu dimulai dengan prinsip yang sesuai dengan tujuan pendidikan nasional, yakni sikap demokratis, sehingga peraturan disiplin perlu berpedoman pada hal tersebut, yakni dari, oleh, untuk peserta didik. ( Mulyasa, 2012: 172).

Membina disiplin siswa harus mempertimbangkan berbagai situasi, dan memahami faktor-faktor yang mempengaruhinya. Oleh karena itu Mulyasa ( 2012: 173) memberikan saran-saran kepada guru untuk melakukan hal-hal sebagai berikut, diantaranya:

  1.  Memulai seluruh kegiatan dengan disiplin waktu, dan patuh kepada aturan.
  2.  Membuat peraturan  yang jelas dan tegas agar bisa dilaksankan dengan sebaik-baiknya oleh peserta didik dan lingkungannya.
  3.  Mempelajari nama-nama siswa secara langsung, seperti melalui daftar hadir.
  4.  Memberikan tugas yang jelas, dapat dipahami, sederhana, tidak bertele-tele.
  5.  Mempelajari pengalaman siswa disekolah melalui kartu kumulatif.

Menurut Tafsir ( 2008: 115) Ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam tata tertib sekolah dalam rangka peningkatan iman dan takwa antara lain :

  1.  Kewajiban mengucapkan salam antar teman, kepala sekolah dan guru serta karyawan pada pagi hari dan sore hari.
  2.  Berdoa sebelum guru akan memulai mengajar dan ketika akan diakhiri di siang hari.
  3.  Kewajiban untuk melakukan ibadah bersama.
  4.  Kewajiban untuk mengikuti hari besar islam.
  5.  Kewajiban menghindari rasa dan sikap permusuhan, perselisihan, serta mengembangkan sikap disiplin, ikhlas, tawakal
  6. Siswa berpakian sesuai dengan nilai-nilai Islam
Pendidikan karakter ( akhlak) harus melibatkan seluruh komponen lingkungan secara komprehensip. Lingkungan harus didesain sedemikian rupa agar memperoleh hasil yang maksimal dalam mencapai tujuan. Komponen-komponen tersebut meliputi keluarga, pemerintah dan institusi pendidikan. Dengan demikian penegakan aturan bisa dijalankan secara konsisten dan berkesinambunagn sehingga segala kebiasaan baik dari adanya penegakan aturan akan membentuk karakter berprilaku ( Hasanah, 2011: 131).  
 
   d. Pemotivasian 
 Motivasi adalah kekuatan yang menjadi pendorong kegiatan individu. ( Mujib, 2012: 122). Sedangkan motivasi kegiatan belajar adalah keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan, menjamin kelangsungan dan memberikan arah kegiatan belajar, sehingga diharapkan tujuan dapat tercapai. ( Sardiman, 200: 100). Diantara teknik untuk menimbulkan motivasi siswa adalah hadiah dan hukuman. Dalam pembinaan akhlak pemotivasian bisa dilakukan dengan cara terghib dan tarhib, perumpamaan, mauizah, kisah. Targhib adalah janji yang disertai bujukan untuk menunda kemaslahatan, kelezatan, dan nikmat. Sedangkan tarhib adalah ancaman melalui hukuman disebabkan oleh terlaksananya sebuah kesalahan. (an-Nahlawi, 1995: 296).

Targhib dan tarhib ini kalau di pendidikan barat dikenal dengan imbalan dan hukuman. Namun ada perbedaan antara metode targhib-tarhib dengan imabalan-hukuman. Menurut Prof. Tafsir ( 2012: 218) perbedaan-perbedaan tersebut sebagai berikut:

  1. Targhib dan tarhib lebih kuat pengaruhnya dari pada metode hukuman-imbalan karena targhib dan tarhib bersumber dari langit (transenden) sehingga mengandung aspek keimanan. Sedangkan metode hukuman-imbalan hanya bersandarkan sesuatu yang duniawi sehingga tidak mengandung aspek iman.
  2. Secara oprasional, targhib dan tarhib lebih mudah dilaksanakan karena ada dalam al-Qur’an dan hadits sedangkan hukuman-imbalan guru harus mencari sendiri.
  3. Targhib dan tarhib lebih universal, oleh karena itu dapat digunakan dimana saja dan oleh siapa saja, sedangkan hukuman dan imbalan harus disesuaikan dengan tempat dan orang tertentu.
  4.  Namun hukuman dan imbalan lebih nyata dan langsung waktu itu juga, sedangkan targhib dan tarhib kebanyakan gaib dan di terima di akhirat.

 Contoh Targhib dan Tarhib  “ dan kemudian Kami sungguh lebih mengetahui orang-orang yang seharusnya dimasukkan ke dalam neraka. dan tidak ada seorangpun dari padamu, melainkan mendatangi neraka itu. hal itu bagi Tuhanmu adalah suatu kemestian yang sudah ditetapkan. kemudian Kami akan menyelamatkan orang-orang yang bertakwa dan membiarkan orang-orang yang zalim di dalam neraka dalam Keadaan berlutut”. ( Maryam: 70-72)

 Ayat di atas menakuti orang-orang yang zolim dengan neraka dan memberikan kabar gembira bagi orang yang bertakwa dengan diselamatkan oleh Allah dari neraka. Selain dengan targhib dan tarhib pemotivasian bisa dilakukan dengan perumpamaan.

 Allah adakalanya mengajari manusia dengan perumpaan-perumpamaan seperti dalam surat al-Ankabut ayat 41 :

                     

“Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. dan Sesungguhnya rumah yang paling lemah adalah rumah laba-laba kalau mereka mengetahui.”( Q.S. al-Ankabut:41)

Ayat diatas mengumpamakan sembahan-sembahan dan penolong-penolong kaum musrikin dengan laba-laba karena kehinaannya.

Prof  Tafsir ( 2012: 210-211) berpendapat kebaikan dalam metode  perumpamaan  sebagai berikut:

  1. Mempermudah siswa memhami konsep yang abstrak karena perumpamaan mengambil dengan sesuatu yang konkrit.
  2.  Perumpamaan dapat merangsang kesan makna yang tersirat dalam perumpamaan. Seperti penggunaan kata dlaraba, kata ini membangkitkan kesan seakan-akan si pembuat perumpaan menjewer si pembaca sehingga marsuk kedalam kalbu si pembaca.
  3. Merupakan pendidikan agar bila menggunakan perumpamaan haruslah logis, mudah dipahami.
  4. Perumpaan qur’ani dan hadits dapat memberikan motivasi kepada pendengar untuk berbuat amal baik dan menjauhi kejahatan.
Mau’izah  dapat membangkitkan motivasi. An-Nahlawi ( 1995: 289) berpendapat Mau’izah mempunyai  ma’na pertama nasihat, yaitu sajian bahasa tentang kebenaran dengan maksud mengajak orang yang dinasihati untuk mengamalkannya. Contoh mau’izah terdapat dalam surat as-Syu’ara :



“dan aku sekali-kali tidak minta upah kepadamu atas ajakan-ajakan itu; Upahku tidak lain hanyalah dari Tuhan semesta alam.( as-syu’ara: 109).
    Ayat diatas diulang kembali pada surat yang sama ayat 127, 145, 164, 180.) menegaskan keihklasan dalam memberi nasihat. Nasihat diberikan dengan keikhlasan akan lebih menyentuh kalbu yang dinasihati.

  Kedua, mau’izah berma’na peringatan. Pemberi nasihat harus menuturkan kembali peringatan-peringatan  kepada yang diberi nasihat sehingga dapat mengugah hatinya yang mendorong untuk melakukan amal soleh.

  Prof. Tafsir ( 2012: 217) berpendapat agar nasihat dapat menggetarkan hati maka harus memenuhi syarat sebagai berikut:

-          Pemberi nasihat harus merasa terlibat dalam isi nasihat

-          Pemberi nasihat harus prihatin terhadap nasib yang diberi nasihat.

-          Pemberi nasihat harus ikhlas bukan karena kepentingan pribadi dan duniawi.

-          Pemberi nasihat harus mengulang-ulang nasihatnya.

Pemotivasian  bisa dilakukan dengan mengetengahkan qisah Qur’ani dan Nabawi. Pendidikan melalui kisah-kisah dapat menggiring anak didik pada kehangatan perasaan, kehidupan, dan kedinamisan jiwa yang mendorong manusia untuk mengubah perilaku dan memperbaharui tekadnya selaras dengan tuntunan, pengarahan, peyimpulan dan pelajaran yang dapat diambil dari kisah tersebut. ( an-Nahlawi, 1995: 239).

Prof Tafsir ( 2012: 209) berpendapat pemilihan metode kisah ini dengan berbagai alasan antara lain:

  1.  Kisah selalu memikat karena mengundang pembaca atau pendengar untuk mengikuti peristiwa dan merenungkan maknanya.
  2.  Kisah Qur’ani dan nabawi dapat menyentuh hati karena pendengar atau pembaca dapat menghayati atau merasakan isi kisah itu.
  3. Kisah Qur’ani mendidik perasaan keimanan dengan cara:

  •  membandingkan berbagai perasaan seperti khauf, ridha dan cinta
  •  mengarahkan seluruh perasaan sehingga bertumpu pada suatu puncak, yaitu kesimpulan kisah
  •   melibatkan pembaca atau pendengar ke dalam kisah itu sehingga terlibat emosi.
     Adapun Tujuan dari metode kisah Qur’ani antara lain:

  1. Kisah-kisah Qur’ani disajikan untuk memantapkan dan mengkokohkan wahyu dan risalah. Menerima Qur’an dan rasulNya.
  2.  Menjelaskan bahwa secara keseluruhan, agama datangnya dari Allah.
  3. Menjelaskan bahwa Allah menolong  dan menciantai rosulNya, serta menjelaskan bahwa kaum mu’min adalah umat yang satu dan Allah adalah Rabbnya.
  4. Memantapkan keimanan kaum muslimin dan menghibur mereka dari musibah yang menimpanya.
  5. Mengingatkan bahwa musuh orang mu’min salah setan yang merupakan musuh abadi.
     Adapun kisah nabawi tidak jauh berbeda dengan kisah Qur’ani tetapi lebih rinci dan lebih khusus, seperti pentingnya keikhlasan dalam beramal, menganjurkan bersedekah dan mensyukuri ni’mat Allah. (Tafsir, 2012: 210).


Daftar Pustaka

Majid, Abdul ( 2012) Pendidikan Karakter Persfektif Islam, Bandung: Rosda
Hasanah, Aan ( 2011) Disertasi " Pendidikan Karakter berbasis Islam", Bandung: UIN Sunan   Gunung Djati
Tafsir, Ahmad ( 2012) Ilmu Pendidikan Islami, Bandung: Rosda
Tafsir, Ahmad ( 2010) Strategi Meningkatkan Mutu PAI, Bandung: Maestro
An-Nahlawi, Abdurrahman ( 1995) Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, Masyarakat, Jakarta: Gema    Insani 
 Sardiman, AM ( 2000) Interaksi dan motivasi Belajar mengajar, Jakarta: Rajawali Press
Mulyasa, E ( 2012) Manajemen Pendidikan Karakter, Bandung: Rosda

METODE PENDIDIKAN AKHLAK DI PONDOK PESANTREN


Pendidikan  akhlak baik itu berdasarkan kepada iman yang kuat, oleh karena itu penanaman iman harus menggunakan metode yang menyentuh hati karena iman adanya di hati yang berpengaruh kepada anak.
  Di Pondok Pesantren metode penanaman iman sebagaimana ditawarkan oleh an-Nahlawi yaitu hiwar, kisah qur’ani, perumpamaan, peneladanan, pembiasaan, ibrah-mauizah, targhib dan tarhib menurut Prof. Tafsir memang sudah dilaksankan di Pondok Pesantren ( 2012: 216).     

  Lebih khusus lagi menurut Prof. Tafsir ( 2012: 306) berpendapat bahwa pondok pesantren dalam menanamkan keimanan dilakukan sebagai berikut: 

a.       Contoh terutama dari kehidupan kyai 
Kyai merupakan contoh kehidupan   bagi para santri karena kyai sebagai penyaring arus informasi yang masuk kepada santri, menularkan apa yang dianggap berguna dan membuang apa yang dianggap merusak, oleh karena itu menurut Greetz kyai sebagai filter budaya ( Tafsir, 2012: 297). Menurut Horikoshi ( Tafsir, 2012: 297) kyai bukan hanya memfilter budaya tetapi juga menawarkan agenda perubahan yang dianggap perlu bagi masyarakat.  Pertunjukan tingkah laku tertentu yang dimunculkan oleh seseorang yang dihormati, dikagumi dan dipercaya oleh anak, senantiasa akan mempengaruhi sikap dan prilakunya. Anak tersebut akan menyaksikan tingkah laku orang yang dikagumi akan cenderung menirunya. ( Majid, 2008: 80). Keteladanan ini sejalan dengan ungkapan Ki Hajar Dewantra ing ngarsa sung tulodo. Selain itu  Sarason mengemukakan pentingnya keteladanan yang merupakan cara paling ampuh dalam mengubah prilaku seseorang ( Majid, 2005: 81).   

b.      Kondisi Kehidupan di Pesantren 
kekuatan pesantren antara lain adalah tradisinya. Adanya bacaan-bacaan wirid, mendendangkan salawat menjelang subuh, akan besar pengaruhnya kepada suasana kejiawaan. Membacakan ayat Al-Qur’an, doa-doa, dan suasana umum pesantren sendiri seperti mencium tangan kyai, berbagai pemulian terhadap kyai yang dilakukan oleh orang yang berkunjung ke pesantren, semuanya itu memberikan suasana tersendiri yang memungkinkan tumbuhnya rasa agama di hati para santri. ( Tafsir: 2011: 141).Proses pengkondisian memang perlu dilakukan dalam internalisasi nilai-nilai ajaran Islam. Proses pengkondisian telah dicontohkan oleh Rosulullah ketika kota Mekah tidak lagi memungkinkan untuk penyebaran dan penegakan ajaran Islam, maka beliau hijrah ke Madinah. Disanalah beliau memupuk keimanan, menanamkan rasa persaudaraan, tenggang rasa, empati, kasih sayang, pengendalian diri, komitmen. Proses pembentukan sikap melalui pengkondisian telah banyak dieksperimenkan oleh para ahli psikologi. Misalnya Pavlov dengan teorinya Stimulus Respon. ( Majid, 2008: 79). 

c.       Peraturan kedisiplinan 
Kedisiplinan di Pondok Pesantren dijalankan dengan baik seperti bangun sebelum subuh tepat waktu, penjadwalan kebersihan, pengajian dan jadwal pulang ke kampung halaman.  Kedisplinan ini akan menimbulkan pembiasaan. Sedangkan pembiasaan merupakan salah satu cara untuk mencapai keberagamaan yang baik, dan keberagamaan yang baik merupakan jalan untuk membentuk akhlak yang baik.( Tafsir, 2010: 231).   

d.      Pepujian yang ritual 
Metode Pepujian merupakan metode yang biasanya dilakukan oleh Pondok Pesantren yang tradisional baik dengan membaca shalawat atau membaca al-Qur’an yang dilakukan sebelum subuh yang biasa dikenal dengan tarhiman. ( Tafsir, 2012: 219).Para ulama dalam melakukan pepujian berupa shalawat setelah adzan sebelum qomat menurut KH. Abdul Manan Ghani bersandar pada hadits yang diriwayatkan oleh Muslim, sebagai berikut:
 “ ketika kalian mendengarkan adzan maka jawablah, kemudian setelah itu bacalah shalawat kepadaku” (HR. Muslim) 

Metode pupujian ini menurut Prof. Tafsir menyentuh hati sehingga rasa keberagamaan dapat dirasakan oleh hati dan hati adalah tempatnya iman sebagaimana allah berfirman dalam surat al-Hujrat ayat 14 :
 orang-orang Arab Badui itu berkata: "Kami telah beriman". Katakanlah: "Kamu belum beriman, tapi Katakanlah 'kami telah tunduk', karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu; dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tidak akan mengurangi sedikitpun pahala amalanmu; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." ( al-Hujrat: 14)

Pupujian dan ayat-ayat al-Qur’an mempunyai semacam getaran gaib yang tidak dapat dilukiskan dengan kata-kata karena rasa maka tidak bisa dilaporkan dalam suara dan aksara. ( Tafsir, 2012: 220).Selain pepujian, di pesantren juga selalu melaksanakan wirid. Wirid yaitu pengucapan doa-doa, berulang-ulang. Tafsir ( 2012: 221).  Lafal-lafal wirid banyak tetapi biasanya tidak lepas dari lafal subahanalloh. Al-hamdulillah, allahhu akbar dan lailahailallah. Adapun pelaksanaan wirid ini setelah solat pardu khusunya solat pardu magrib dan subuh, suaranya kalau di pondok pesantren biasanya dikeraskan bersama-sama santri namun tidak sampai menggangu orang yang lain solat.  Prof. Tafsir ( 2012: 222) berpendapat pengaruh wirid kepada  pendidikan memang sulit dijelaskan tetapi mereka yang sering mengalaminya dapat memahami dan merasakannya adanya pengaruh wirid itu pada pelakunya, suatu pengaruh yang memperkuat rasa iman, memantapkan rasa beragama. 

Daftar Pustaka

Majid, Abdul. ( 2008 ) Perencanaan Pembelajaran, Bandung: Rosda 
Tafsir, Ahmad ( 2011) Metodologi Pengajaran Agama Islam, Bandung: Rosda
Tafsir, Ahmad ( 2010) Filasafat Pendidikan Islami, Bandung: Rosda
Tafsir, Ahmad ( 2012 ) Ilmu Pendidikan Islami, Bandung: Rosda