Kamis, 26 Maret 2015

BASMALAH SARENG HAMDALAH





بسم الله الرحمن الرحيم .
I.                   MA’NA BASMALAH
NGAWITAN URANG NGAOS KALWAN NGALAP BERKAH KUNYEBAT JENENGAN ALLAH ANU KATANGGAR KANYAHNA KUSAKULIAH MAKHLUK SARENG KATANGGAR KAASIHNA KU NGARTI KANA AGAMA.

II.                DALIL MEMBACA بسم الله الرحمن الرحيم
1.      TURUT KANA TARTIBAN DINA AL-QUR’AN ANU DIKAWITAN KU MACA بسم الله الرحمن الرحيم

2.      TURUT KANA HADITS
كل أمر ذي لا يبدأ ببسم الله الرمن الرحيم فهو اقطع
HARTOSNA SETIAP PERKARA ANU SAE NU TEU DIKAWITAN KU MACA BISMILAH MAKA PERKARA ANU SAE TEH POTONG (TEU AYA BERKAH.)

III.             HUKUM MACANA
1.      WAJIB SEPERTOS BACAAN DINA SHOLAT
2.        HARAM SEPERTOS MACA KANGGO DAMBELAN MA’SHIAT
3.      SUNNAT SEPERTOS PERKARA ANU SAE CONTONA NGARANG KITAB
4.      MAKRUH SEPERTOS PERKARA ANU MAKRUH
5.      MUBAH SEPERTOS NGALIHKEUN BARANG. 

IV.             FADILAH NGAOS BASMALAH
1.      JANTEUN WASILAH KENGENG KABERKAHAN TI GUSTI ALLAH
2.      ALLAH BAKAL NYALAMETKEUN TINA MALAIKAT JABANIYAH
3.      DIGERO KU SYURGA SARTA DI DOAKEUN KUSURGA
4.      AYA JALINAN ANU ERAT SARENG ALLAH
5.      JAUH TINA PUTUS ASA WALAUPUN NU DIHADAPI SULIT.

B.     الحمد لله رب العا لمين
I.                   MA’NA
SAGALA PUJI MILIK ALLAH ANU NGURUS SAGALA ALAM
II.                DALIL MACA HAMDALAH
1.      TURUT KANA TARTIBAN KITAB AL-QUR’AN
2.      TURUT KANA HADIS
لا يشكر الله من لم يحمده
“TEU SAMPURNA SYUKURAN KA ALLAH HIJI JALMA ANU TEU MUJI KA ANJEUNA”

III.             PEMBAGIAN PUJI
1.      PUJI TI ALLAH KA ALLAH SEPERTOS DINA SURAT AL-ANFAL; 40
نعم المولي ونعم النصير
2.      PUJI TI ALLAH KA MAKHLUK SEPERTOS DINA SURAT SHAD; 30
نعم العبد انه اواب
“ANJEUNAN TEH PANGSAESAENA HAMBA, SAESTUNA ANJEUNA POHARA TAATNA”
3.      PUJI MAKHLUK KA ALLAH SEPERTOS NGUCAPKEUN HAMDALAH
4.      PUJI MAHLUK K MAHLUK SEPERTOS MUJI KA RERENCANGAN
  

IV.             HUKUM MACA HAMDALAH
1.      WAJIB, SEPERTOS DINA SHOLAT
2.      SUNAH, SEPERTOS DINA NGAWITAN NGA DO’A
3.      MAKRUH SEPERTOS DINA TEMPAT QODHO HAJAT
4.       HARAM SEPERTOS DINA MA’SIAT

V.                RUKUN MUJI
1.      حا مد: ANU MUJI
2.      محمود; ANU DIPUJINA
3.      محمود به;ALAT MUJI BIASANA KU LISAN
4.      محمود عليه: ALASAN MUJI BIASANA NI’MAT
5.      SHIGAT MUJI: NGAOSAN الحمد لله رب العا لمين

VI.             FADILLAH NGAOS HAMDALAH
1.      DIPIKA CINTA KU ALLAH
2.      DIHAMPURA DOSA KU ALLAH
3.      BAKAL SERING EMUT KANA ROHMAT

DAFTAR PUTAKA
IS’ADUR ROFIQ SYARAH SULAM TAUFIQ
NAILUR ROJA SYARAH SAFINATUN NAJA





ULUMUL QUR'AN

Al-qur'an merupakan pedoman bagi umat manusia khususnya bagi kaum muslimin, oleh karena itu wajarlah kalau tidak disebut wajib, umat islam tidak boleh lepas dari al-qur'an, terutama di  lembaga pendidikan baik formal atau tidak formal, baik hanya membaca atau tadarus, tahfidz, mengkaji tafsir, membahas tajwid. dalam hal ini Penulis akan sedkit mengulas tentang muqodimah ulumul qur'an.

A. Pengertian 
ulumul qur'an terdiri dari dua kata ulum dan qur'an. "Ulum " jamak dari "ilm" ilm adalah pengetahuan (Tafsir, 2012:8). sedangkan al-qur'an adalah firman Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW. yang membacanya merupakan ibadah ( Faturahman, 2009:23). adapun maksud dari ulumul qur'an adalah seluruh pembahasan yang berhubungan dengan al-qur'anul majid yang abadi baik dari segi penyususnannya, pengumpulannya, sistematikannya, perbedaan antara surat makyah dan madanyah, nasikh, mansukh, ayat-ayat muhkamat dan mutasabihat, serta pembahasan yang lainnya yang berhubungan dengan al-qur'an ( as-shabuny, 1985: 8).

Ulumul qur'an sangat erta hubungannya dengan tafsir bahkan sayyid alwi al-maliki ( Tt; 5) ulumul qur'an merupakan musthalahul tafsir. keduanya memang ada persamaan dan perbedaan. keduanya terdapat persamaan dalam masalah pembahasan dan metodologi ilmunya. adapun perbedaannya yaitu ilmu tafsir merupakan ilmu untuk memahami al-qur'an dan menjelaskan maknanya, menyimpulkan hukum, dan hikmahnya. (Faturahman, 2009:25)

B. Cara mempelajari ulumul qur'an
cara mempelajari ulumul qur'an bisa dengan dua cara ( faturahman,2009:27) yaitu:
1. dengan langsung mempelajari kitab-kitab ulumul qur'an yang sudah jadi seperti 'alitqan fi ulumul qur'an, mabahits ulumul qur'an, at-tibyan fi ulumul qur'an. cara pertama ini akan merupakan cara khusus yang lebih mudah karena sudah terdapat dari berbagai macam ilmu al-qur'an.

2.dengan cara mengembalikan kepada ilmu-ilmu yang berkompeten membahasnya seperti imu tajwid dengan kitan hidayatul mustafid, al-jazaryah, fathul atfal. ilmu ushul fiqh dengan kitab al-mustasfa, al waroqot, ar-risalah. ilmu asbabun nuzul dengan kitab lubab an-nuqul.

C. kegunaan ulumul qur'an
diantara kegunaan ulumul qur'an yaitu ( faturahman,2009:28) :
1. sebagai alat untuk memahami al-qur'an secara benar  dan tersistematiaka yang baik
2. sebagai pengembangan pemahaman al-qur'an dalam menjawab tantangan jaman
3. sebagai pengembangan ilmu-ilmu al-qur'an yang maslahat untuk setiap tempat dan jaman
4. dengan memahami ulumul qur'an dapat menggali potensi, hikmah dan hukum dalam al-qur'an

D. Kodifikasi ulumul qur'an
istilah ulumul qur'an menurut ulama tafsir muncul pada abad ketujuh, tetapi di maktabah darul kutub al-misryah terdapat manuskrip karya ali bin ibrahim bin said yang terkenal denagn nama "al-hufi" yang wafat pada tahun 330 H. nama kitabnya adalah 'al-burhan fi ulumil qur'an terdiri dari 30 jilid yang ada hanya 15 jilid tidak beratuan ( Faturahman, 2009:29).

Demikianlah sekelumit tentang ulumul qur'an sebagai muqodimah. 

Daftar Pustaka

'Alwi al-maliki  (Tt.)      "al-qowaid asasiah fi ulumil qur'an", surabaya:alharomain
Ashobuny       (1985)  " At-Tibyan fi ulumil qur'an", Baerut: aalimul kutub
faturahman asep ( 2009) studi ilmu-ilmu al-qur'an, Bandung
Tafsir Ahmad ( 2012) Ilmu Pendidikan islam, Bandung: Rosda














 


  
   
 

 

Minggu, 16 Februari 2014

METODE INTERNALISASI


Dalam sebuah pengantar Prof. Tafsir berpendapat akhlak itu diajarkan melalui metode internalisasi. Teknik pendidikannya ialah peneladanan, pembiasaan, penegakan aturan, dan pemotivasian. Yang jelas, bukan dengan cara menerangkan atau mendiskusikan, jika perlu itu hanya cukup sedikit saja. (Majid, 2012: vi) 

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ( 2005: 439) internalisasi yaitu penghayatan terhadap suatu ajaran, doktrin, atau nilai sehingga merupakan keyakinan dan kesadaran akan kebenaran atau nilai yang diwujudkan di sikap dan prilaku. Sedangkan menurut Prof. Mulyasa ( 2012: 167) internalisasi yaitu upaya menghayati dan mendalami nilai, agar tertanam dalam diri setiap manusia.

 Dari definisi inetrnalisasi di atas maka penulis menyimpulkan metode internalisasi akhlak islam  yaitu cara efektif dan efesien dalam upaya menghayati ajaran akhlak islam untuk diwujudkan dalam prilaku sehari-hari. 

Tahapan-tahapan internalisasi nilai dalam pendidikan karakter atau akhlak menurut Prof. E. Mulyasa ( 2012: 167) mencakup (a) Transformasi nilai, pada tahap ini guru sekedar menginformasikan nilai-nilai yang baik dan kurang baik kepada siswa yang semata-mata merupakan komunikasi verbal. (b). Transaksi nilai, yaitu suatu tahap pendidikan karakter dengan jalan melakukan komunikasi dua arah antara guru dan siswa dengan memberikan contoh dalam kehidupan sehari-hari. (c). Transinternalisasi, yakni bahwa tahap ini lebih dari sekedar transaksi. Dalam tahap ini penampilan guru dihadapan peserta didik bukan lagi sosok pisiknya, melainkan sikap mental dan kepribadiannya   

Teknik-teknik internalisasi bisa dilakukan dengan peneladanan, pembiasaan, penegakan aturan, pemotivasian. 
a.       Peneladanan 
  Nabi Muhammad merupakan teladan bagi semua umat manusia sebagaimana Allah berfirman dalam surat al-ahzab ayat 21 :
 “ Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah ( al-Ahzab: 21).
Keteladanan dalam pendidikan merupakan metode yang berpengaruh dan terbukti paling berhasil dalam mempersiapkan dan membentuk akhlak dan etos sosial anak. Mengingat pendidik adalah pigur yang terbaik dalam pandangan anak dan anak akan mengikuti apa yang dilakukan pendidik. ( Ulwan, 2007: 142). Peneladanan sangat efektif untuk internalisasi karena murid secara psikologis senang meniru, dan karena sanksi-sanksi sosial yaitu seseorang akan merasa bersalah bila ia tidak meniru orang-orang di sekitarnya ( Tafsir, 2008:65) 

Peneladan harus dilakukan oleh guru, kepala sekolah dan aparat sekolah apabila di sekolah, di pesantren kyai, ustad dan para pembantu Pondok Pesantren, di masyarakat adalah pemimpin masyarakat.Prof. Tafsir ( 2012: 213) berpendapat keteladan terbagi dua yaitu pertama, keteladanan tidak sengaja. Keteladan yang tidak sengaja adalah keteladanan dalam keilmuan, kepemimpinan, sifat ikhlas.  Kedua, keteladanan yang disengaja adalah keteladanan disertai penjelasan atau perintah agar meneladaninya seperti tata cara solat, wudhu. Keteladanan dilakukan dengan cara rutin, seperti berpakian yang rapih berbicara yang sopan. Spontan yakni perbuatan yang lansung dikerjakan seperti guru tidak boleh berteriak. Atau dengan cara berkala seperti memperingati hati besar islam.  ( Gunawan, 2012: 60). 

Disekolah guru hendaklah menjadi gambaran konkret dari konsep moral dan akhlak, yang tumbuh dari nilai-nilai keimanan yang dimanisfestasikan pada peserta didik dalam setiap tindakan dan kebijakan. Guru hendaknya menjadi model dari karakter ideal seorang individu dalam berinteraksi dengan lingkungan social, baik di sekolah atau dimasyarakat dan menunjukan kompetensinya sebagi guru member contoh dan dikagumi dengan demikian peserta didik akan mendapatkan gambaran tantang akhlak mulia ( Hasanah, 2011: 288).

b.      Pembiasaan 
 Inti pendidikan yang sebenarnya adalah pendidikan akhlak yang baik. Akhlak yang baik itu dicapai dengan keberagamaan yang baik, keberagamaan yang baik itu dicapai dengan antara lain dengan pembiasaan. ( Tafsir, 2012: 231).Menurut A. Mujib ( Hasanah, 2011: 120) Pembiasaan merupakan upaya praktis dalam pembinaan dan pembentukan peserta didik. Upaya ini dilakukan mengingat manusia mempunyai sifat lupa dan lemah .  Keimanan dalam hati bersifat dinamis dalam arti bahwa senantiasa mengalami fluktuasi yang sejalan dengan pengaruh-pengaruh dari luar maupun dari dalam dirinya.  Menurut aan Hasanah ( 2011: 129) Pembiasaan merupakan upaya untuk melakukan stabilitasi dan pelembagaan nilai-nilai keimanan dalam peserta didik yang diawali dengan aksi ruhani ( solat, shaum) dan aksi jasmani.Ibrahim Amini ( Tafsir, 2008: 78) menyatakan bahwa orang yang terbiasa melakukan perbuatan-perbuatan tertentu ia tidak akan merasa terbebani lagi. Pada awalnya memang sulit untuk membiasakan perbuatan baik tetapi lama kelamaan bila dilakoni dengan ketekunan dan kesabaran ia akan dengan senang hati dan penuh kecintaan melakukan hal itu. Sayyidina Ali menyatakan bahwa kebiasaan adalah tabiat kedua. Pembiasaan adalah metode efektif dalam mendidik, pendidikan sebetulnya adalah proses pembiasaan.Menurut Ibrahim Amini ( Tafsir, 2008: 80) dalam pembiasaan motivasi kesadaran dan niat itu tetap eksis dan bahkan menguat. Kebiasaan berbuat baik akan menguat keinginan berbuat baik, kebiasaan meninggalkan perbuatan buruk akan memperkuat hasrat untuk meninggalkannya. Orang yang terbiasa melakukan sesuatu ia tetap memiliki motovasi. Prof. Mulyasa ( 2012: 167) berpendapat bahwa pembiasaan bisa dilakukan dengan terprogram dalam pembelajaran dan tidak terprogram dalam kegiatan sehari-hari. Pembiasaan terprogram dalam pembelajaran dengan perancanaan khusus dalam waktu tertentu seperti :
  1.   Biasakan peserta didik untuk bekerja sendiri, menemukan sendiri pengetahuan, ketrampilan dan sikap dalam setiap pembelajaran 
  2.  Biasakan peserta didik untuk bertanya dalam setiap pembelajaran 
  3.  Biasakan belajar  secara berkelompok untuk menciptakan “masyarakat belajar”
  4.  Guru harus membiasakan diri menjadi model dalam setiap pembelajaran
  5.    Biasakan melakukan refleksi pada setiap akhir pembelajaran.
  Adapun pembiasaan secara tidak terprogram dapat dilaksanakan sebagai berikut: 
  1.  Rutin, yaitu pembiasaan yang dilakukan terjadwal, seperti: upacara bendera, senam, shalat berjamaah, pemeliharaan kebersihan. 
  2.  Spontan, adalah pembiasaan tidak terjadwal dalam kejadian khusus seperti: prilaku memberi salam, membuang sampah pada tempatnya. 3). Keteladanan, adalah pembiasaan dalam bentuk prilaku sehari-hari seperti; berpakaian rapih, berbahasa yang baik, datang tepat waktu
 C. Penegakan Aturan   
Penegakan aturan merupakan aspek yang harus diperhatikan dalam pendidikan terutama pendidikan karakter (akhlak). Pada proses awal pendidikan karakter (akhlak) penegakan aturan merupakan setting limit dimana ada batasan yang tegas dan jelas mana yang harus dan tidak harus dilakuakn, mana yang boleh dan tidak boleh dilakukan peserta didik. ( Hasanah 2011:130).
 

Peraturan yang dikeluarkan sekolah merupakan aspek pertama yang harus ada dalam upaya pengembangan suasana sekolah yang kondusif. Salah satu dari peraturan ini adalah tata tertib sekolah yang memuat hak, kewajiban, sanksi dan penghargaan bagi siswa, kepala sekolah, guru dan karyawan. Tata tertib ini hendaknya mencerminkan nilai-nilai ketakwaan. ( Tafsir, 2008: 115)



Penegakan aturan merupakan alat untuk menegakan kedisiplinan. Untuk mendisiplinkan peserta didik perlu dimulai dengan prinsip yang sesuai dengan tujuan pendidikan nasional, yakni sikap demokratis, sehingga peraturan disiplin perlu berpedoman pada hal tersebut, yakni dari, oleh, untuk peserta didik. ( Mulyasa, 2012: 172).

Membina disiplin siswa harus mempertimbangkan berbagai situasi, dan memahami faktor-faktor yang mempengaruhinya. Oleh karena itu Mulyasa ( 2012: 173) memberikan saran-saran kepada guru untuk melakukan hal-hal sebagai berikut, diantaranya:

  1.  Memulai seluruh kegiatan dengan disiplin waktu, dan patuh kepada aturan.
  2.  Membuat peraturan  yang jelas dan tegas agar bisa dilaksankan dengan sebaik-baiknya oleh peserta didik dan lingkungannya.
  3.  Mempelajari nama-nama siswa secara langsung, seperti melalui daftar hadir.
  4.  Memberikan tugas yang jelas, dapat dipahami, sederhana, tidak bertele-tele.
  5.  Mempelajari pengalaman siswa disekolah melalui kartu kumulatif.

Menurut Tafsir ( 2008: 115) Ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam tata tertib sekolah dalam rangka peningkatan iman dan takwa antara lain :

  1.  Kewajiban mengucapkan salam antar teman, kepala sekolah dan guru serta karyawan pada pagi hari dan sore hari.
  2.  Berdoa sebelum guru akan memulai mengajar dan ketika akan diakhiri di siang hari.
  3.  Kewajiban untuk melakukan ibadah bersama.
  4.  Kewajiban untuk mengikuti hari besar islam.
  5.  Kewajiban menghindari rasa dan sikap permusuhan, perselisihan, serta mengembangkan sikap disiplin, ikhlas, tawakal
  6. Siswa berpakian sesuai dengan nilai-nilai Islam
Pendidikan karakter ( akhlak) harus melibatkan seluruh komponen lingkungan secara komprehensip. Lingkungan harus didesain sedemikian rupa agar memperoleh hasil yang maksimal dalam mencapai tujuan. Komponen-komponen tersebut meliputi keluarga, pemerintah dan institusi pendidikan. Dengan demikian penegakan aturan bisa dijalankan secara konsisten dan berkesinambunagn sehingga segala kebiasaan baik dari adanya penegakan aturan akan membentuk karakter berprilaku ( Hasanah, 2011: 131).  
 
   d. Pemotivasian 
 Motivasi adalah kekuatan yang menjadi pendorong kegiatan individu. ( Mujib, 2012: 122). Sedangkan motivasi kegiatan belajar adalah keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan, menjamin kelangsungan dan memberikan arah kegiatan belajar, sehingga diharapkan tujuan dapat tercapai. ( Sardiman, 200: 100). Diantara teknik untuk menimbulkan motivasi siswa adalah hadiah dan hukuman. Dalam pembinaan akhlak pemotivasian bisa dilakukan dengan cara terghib dan tarhib, perumpamaan, mauizah, kisah. Targhib adalah janji yang disertai bujukan untuk menunda kemaslahatan, kelezatan, dan nikmat. Sedangkan tarhib adalah ancaman melalui hukuman disebabkan oleh terlaksananya sebuah kesalahan. (an-Nahlawi, 1995: 296).

Targhib dan tarhib ini kalau di pendidikan barat dikenal dengan imbalan dan hukuman. Namun ada perbedaan antara metode targhib-tarhib dengan imabalan-hukuman. Menurut Prof. Tafsir ( 2012: 218) perbedaan-perbedaan tersebut sebagai berikut:

  1. Targhib dan tarhib lebih kuat pengaruhnya dari pada metode hukuman-imbalan karena targhib dan tarhib bersumber dari langit (transenden) sehingga mengandung aspek keimanan. Sedangkan metode hukuman-imbalan hanya bersandarkan sesuatu yang duniawi sehingga tidak mengandung aspek iman.
  2. Secara oprasional, targhib dan tarhib lebih mudah dilaksanakan karena ada dalam al-Qur’an dan hadits sedangkan hukuman-imbalan guru harus mencari sendiri.
  3. Targhib dan tarhib lebih universal, oleh karena itu dapat digunakan dimana saja dan oleh siapa saja, sedangkan hukuman dan imbalan harus disesuaikan dengan tempat dan orang tertentu.
  4.  Namun hukuman dan imbalan lebih nyata dan langsung waktu itu juga, sedangkan targhib dan tarhib kebanyakan gaib dan di terima di akhirat.

 Contoh Targhib dan Tarhib  “ dan kemudian Kami sungguh lebih mengetahui orang-orang yang seharusnya dimasukkan ke dalam neraka. dan tidak ada seorangpun dari padamu, melainkan mendatangi neraka itu. hal itu bagi Tuhanmu adalah suatu kemestian yang sudah ditetapkan. kemudian Kami akan menyelamatkan orang-orang yang bertakwa dan membiarkan orang-orang yang zalim di dalam neraka dalam Keadaan berlutut”. ( Maryam: 70-72)

 Ayat di atas menakuti orang-orang yang zolim dengan neraka dan memberikan kabar gembira bagi orang yang bertakwa dengan diselamatkan oleh Allah dari neraka. Selain dengan targhib dan tarhib pemotivasian bisa dilakukan dengan perumpamaan.

 Allah adakalanya mengajari manusia dengan perumpaan-perumpamaan seperti dalam surat al-Ankabut ayat 41 :

                     

“Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. dan Sesungguhnya rumah yang paling lemah adalah rumah laba-laba kalau mereka mengetahui.”( Q.S. al-Ankabut:41)

Ayat diatas mengumpamakan sembahan-sembahan dan penolong-penolong kaum musrikin dengan laba-laba karena kehinaannya.

Prof  Tafsir ( 2012: 210-211) berpendapat kebaikan dalam metode  perumpamaan  sebagai berikut:

  1. Mempermudah siswa memhami konsep yang abstrak karena perumpamaan mengambil dengan sesuatu yang konkrit.
  2.  Perumpamaan dapat merangsang kesan makna yang tersirat dalam perumpamaan. Seperti penggunaan kata dlaraba, kata ini membangkitkan kesan seakan-akan si pembuat perumpaan menjewer si pembaca sehingga marsuk kedalam kalbu si pembaca.
  3. Merupakan pendidikan agar bila menggunakan perumpamaan haruslah logis, mudah dipahami.
  4. Perumpaan qur’ani dan hadits dapat memberikan motivasi kepada pendengar untuk berbuat amal baik dan menjauhi kejahatan.
Mau’izah  dapat membangkitkan motivasi. An-Nahlawi ( 1995: 289) berpendapat Mau’izah mempunyai  ma’na pertama nasihat, yaitu sajian bahasa tentang kebenaran dengan maksud mengajak orang yang dinasihati untuk mengamalkannya. Contoh mau’izah terdapat dalam surat as-Syu’ara :



“dan aku sekali-kali tidak minta upah kepadamu atas ajakan-ajakan itu; Upahku tidak lain hanyalah dari Tuhan semesta alam.( as-syu’ara: 109).
    Ayat diatas diulang kembali pada surat yang sama ayat 127, 145, 164, 180.) menegaskan keihklasan dalam memberi nasihat. Nasihat diberikan dengan keikhlasan akan lebih menyentuh kalbu yang dinasihati.

  Kedua, mau’izah berma’na peringatan. Pemberi nasihat harus menuturkan kembali peringatan-peringatan  kepada yang diberi nasihat sehingga dapat mengugah hatinya yang mendorong untuk melakukan amal soleh.

  Prof. Tafsir ( 2012: 217) berpendapat agar nasihat dapat menggetarkan hati maka harus memenuhi syarat sebagai berikut:

-          Pemberi nasihat harus merasa terlibat dalam isi nasihat

-          Pemberi nasihat harus prihatin terhadap nasib yang diberi nasihat.

-          Pemberi nasihat harus ikhlas bukan karena kepentingan pribadi dan duniawi.

-          Pemberi nasihat harus mengulang-ulang nasihatnya.

Pemotivasian  bisa dilakukan dengan mengetengahkan qisah Qur’ani dan Nabawi. Pendidikan melalui kisah-kisah dapat menggiring anak didik pada kehangatan perasaan, kehidupan, dan kedinamisan jiwa yang mendorong manusia untuk mengubah perilaku dan memperbaharui tekadnya selaras dengan tuntunan, pengarahan, peyimpulan dan pelajaran yang dapat diambil dari kisah tersebut. ( an-Nahlawi, 1995: 239).

Prof Tafsir ( 2012: 209) berpendapat pemilihan metode kisah ini dengan berbagai alasan antara lain:

  1.  Kisah selalu memikat karena mengundang pembaca atau pendengar untuk mengikuti peristiwa dan merenungkan maknanya.
  2.  Kisah Qur’ani dan nabawi dapat menyentuh hati karena pendengar atau pembaca dapat menghayati atau merasakan isi kisah itu.
  3. Kisah Qur’ani mendidik perasaan keimanan dengan cara:

  •  membandingkan berbagai perasaan seperti khauf, ridha dan cinta
  •  mengarahkan seluruh perasaan sehingga bertumpu pada suatu puncak, yaitu kesimpulan kisah
  •   melibatkan pembaca atau pendengar ke dalam kisah itu sehingga terlibat emosi.
     Adapun Tujuan dari metode kisah Qur’ani antara lain:

  1. Kisah-kisah Qur’ani disajikan untuk memantapkan dan mengkokohkan wahyu dan risalah. Menerima Qur’an dan rasulNya.
  2.  Menjelaskan bahwa secara keseluruhan, agama datangnya dari Allah.
  3. Menjelaskan bahwa Allah menolong  dan menciantai rosulNya, serta menjelaskan bahwa kaum mu’min adalah umat yang satu dan Allah adalah Rabbnya.
  4. Memantapkan keimanan kaum muslimin dan menghibur mereka dari musibah yang menimpanya.
  5. Mengingatkan bahwa musuh orang mu’min salah setan yang merupakan musuh abadi.
     Adapun kisah nabawi tidak jauh berbeda dengan kisah Qur’ani tetapi lebih rinci dan lebih khusus, seperti pentingnya keikhlasan dalam beramal, menganjurkan bersedekah dan mensyukuri ni’mat Allah. (Tafsir, 2012: 210).


Daftar Pustaka

Majid, Abdul ( 2012) Pendidikan Karakter Persfektif Islam, Bandung: Rosda
Hasanah, Aan ( 2011) Disertasi " Pendidikan Karakter berbasis Islam", Bandung: UIN Sunan   Gunung Djati
Tafsir, Ahmad ( 2012) Ilmu Pendidikan Islami, Bandung: Rosda
Tafsir, Ahmad ( 2010) Strategi Meningkatkan Mutu PAI, Bandung: Maestro
An-Nahlawi, Abdurrahman ( 1995) Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, Masyarakat, Jakarta: Gema    Insani 
 Sardiman, AM ( 2000) Interaksi dan motivasi Belajar mengajar, Jakarta: Rajawali Press
Mulyasa, E ( 2012) Manajemen Pendidikan Karakter, Bandung: Rosda