Teknologi Informasi Dalam Pendidikan
Teknologi informasi ( TI ) merupakan sebutan lain dari teknologi
computer, yang dikhususkan untuk pengolahan data menjadi informasi yang
bermanfaat bagi sebuah organisasi termasuk organisasi pendidikan. TI terus mengalami
perkembangan baik dari bentuk, ukuran, kecepatan, dan kemampuan untuk mengakses
multi media dan jaringan computer.( Eti, 2010: 73).
A.
Teknologi
Informasi dalam Pendidikan
Teknologi informasi merupakan salah satu senjata persaingan. Hal
ini tidak perlu di ragukan lagi karena saat ini teknologi informasi telah
menjadi salah satu alat untk meningkatkan efesiensi dan keefektifan oprasional
lembaga pendidikan. ( Eti, 2010: 17).
Pilihan masyarakat pada lembaga pndidikan disaat ini adalah lembaga
pendidikan yang telah memakai perangkat teknologi informasi sangat memadai
dalam berbagai aktivitas oprasional lembaga pendidikan tersebut. Hal itu
disebabkan oleh salah satu unsure penilaian masyarakat tentang kualitas
pendidikan saat ini dapat dilihat dari kemampuan sebuah lembaga pendidikan
dalam menyajikan jasa pendidikan di antaranya menggunakan teknologi informasi.
Lembaga Pendidikan melihat TI sebagai alat yang sangat menarik
untuk membuat oprasional organisasi lebih efesien. Tujuannya adalah mengahapus
posisi penyambung komuinikasi dari dua tempat yang berkepentingan, juga
menghapus batas waktu untuk oprasi internasional dengan konsep real time.
Fungsi Teknologi informasi dalam pendidikan dapat simpulkan sebagai
berikut:
1.
Oprasional
organisasi lebih efektif dan efesien
2.
Biaya
dapat ditekan
3.
Pembelajaran
lebih unggul
B.
Pendukung
Teknologi Informasi dalam Pendidikan
Kecepatan perkembangan teknologi informasi sangat tinggi sehingga
sangat sulit bagi lembaga pendidikan untuk menyusun strategi mempertahankan eksistensinya
dalam jangka panjang. Menurut Eti (
2010: 25) ada tiga kunci utama yang mendukung teknologi informasi untuk
dijadikan asset lembaga pendidikan dalam jangka panjang yaitu sebagai berikut:
1.
Sumber
Daya Manusia
Yang dimaksud dengan sumber daya manusia adalah staf penanggung
jawab perencana dan pengembangan teknologi informasi pada sebuah lembaga
pendidikan. Factor SDM yang menjadi staf pengembangan teknologi informasi pada
lembaga pendidikan harus memiliki tiga dimensi berikut:
a.
Keahlian
teknis sumber daya manusia sangat dibutuhkan dalam dunia pendidikan, mengingat
cepatnya perkembangan teknologi informasi yang terjadi. Keahlian teknis yang
dimiliki seseorang staf teknologi informasi terutama untuk selalu mempelajari
hal-hal baru. (Eti, 2010: 25).
b.
Pengetahuan
mengenai dunia pendidikan biasanya diperoleh dari hasil interaksi antar- SDM
yang terlibat dalam dunia pendidikan, dan mengetahui proses oprasional lembaga
pendidikan yang menggunakan bantuan teknologi informasi serta
kemungkinan-kemingkinan untuk meningkatkan nilai tambah bagi lembaga pendidikan
tersebut. ( Eti, 2010: 26).
c.
Orientasi
pada pemecahan masalah. Hal ini tidak terbatas pada karakteristik SDM secara
tradisional yang hanya terpaku pada tugas-tugas rutin. Akan tetapi SDM yang
dibutuhkan cenderung merupakan kumpulan orang yang selalu berpikir kritis dan
kreatif dalam memecahkan masalah yang terjadi pada lembaga. ( Eti, 2010: 26).
2.
Teknologi
Seluruh
infrastruktur teknologi informasi, termasuk perangkat keras (hard ware)
dan perangkat lunak (soft ware) dipergunakan secara bersama-sama dalam
proses oprasional lembaga pendidikan karena merupakan tulang punggung
terciptanya system yang terintegrasi, dengan biaya yang relative terjangkau,
untuk baiaya oprasional, pengembangan, maupun biaya pemeliharaan. Dalam jangka
pendek , menengah, panjang. Misalnya perangkat keras diganti dari waktu ke
waktu ( upgrade), aplikasinya diinstalasi dan lainnya. Pada ahirnya
system informasi yang dihasilkan akan memiliki potensi yang dapat dipercaya,
akurat, dan konsisten. (Eti, 2010: 26)
3.
Relasi
Yang dimaksud
dengan relasi dalam hal ini adalah hubungan teknologi informasi dengan pihak
manajemen lembaga pendidikan sebagai pengambilan keputusan. Menjalin suatu
relasi berarti membagi resiko dan tanggungjawab. Dalam mewujudkan relasi ini
harus didukung oleh pimpinan tertinggi dari lembaga pendidikan sehingga akan
bertanggungjawab pada aplikasi teknologi informasi yangb berorientasi terhadap
proses bukan sekedar fungsi organisasi. ( Eti, 2010: 26).
C.
Keamanan
Sistem Informasi
Keamana system informasi menjadi bagian yang sangat penting untuk
menjamin keutuhan data dan kualitas informasi yang akan dihasilkan. Upaya yang
dilakukan secara teknis untuk mengatasi pengrusakan, penghilangan, atau
penghambatan distrubusi data dan informasi yaitu dengan menyusun visi bersama
guna melindungi dan mengamankan data dan informasi. Visi yang telah disusun
dituangkan dalam bentuk prosedur manajemen kendali sehingga semua komponen
dalam organisasi ikut terlibat dalam pengemanan. (Eti, 2010: 89).
Terdapat tiga pengendalian data dan informasi ( Eti, 2010: 89)
meliputi:
1.
Pengendalian
Sistem Informasi
Pengendalian
ini merupakan cara dan upaya untuk menyakinkan bahwa keakuratan dan validitas
kegiatan system informasi dapat dilaksanakan kapan dan di manapun kegiatan
dioprasikan. Pengendalian perlu diciptakan untuk kegiatan input data, kegiatan
pemrosesan, dan kegiatan penyimpanan data sehingga implementasi system dapat
dilaksanakan dengan baik dan aman. ( Eti, 2010: 89).
2.
Pengendalian
Prosedural
Untuk
menjaga agar layanan informasi cukup aman, selain pengendalian system
informasi, dibutuhkan pengendalian procedural yang mengatur prosedur,
pengoprasian adminisrasi kepegawaian yang efektif dan efesien. Hal-hal yang
yang harus dirumuskan dalam penyusunan pengendalian procedural menurut Eti (
2010; 91) antara lain:
a.
Prosedur
backup data dan program yang disesuaikan dengan tingkat urgensinya.
b.
Prosedur
untuk memasuki lingkungan jaringan computer yang ada dilingkungan organisasi
dan prosedur apabila keluar dan meninggalkannya.
c.
Prosedur
pembagian kerja antara staf pengelola teknologi informasi berdasarkan keahlian
dan kemampuan.
3.
Pengendalian
fasilitas dan usaha pengamanan
Hal
ini dilakukan untuk melindungi fasilitas sisi system informasi yang berbasis
teknologi informasi serta peralatan pendukungnya dari kerusakan dan pencurian.
Upaya pengendalian fasilitas dapat dilakukan, anatar lain melakaukan kompresi
agar dapat menjaga tingkat kepadatan lalu-lintas data dalam jaringan,
enskripsi, dan deskripsi untuk menjaga keamanan data dalam harddisk
maupun yang sedang ,elintas dalm jaringan.
D.
Moral,
Etika, dan Hukum Teknologi Informasi
Menurut Mc.Leod moral merupakan kebiasaan dalam mempercayai prilaku
baik atau buruk. Oleh sebab itu, moral merupakan institusi social yang memiliki
sejarah dan deretan peraturan ketika semua individu harus bertanggung jawab
terhadap perilaku masyarakatnya, moral tersebut mempelajari aturan-aturan
tentang perilaku sejak seseorang masih kecil. ( Eti, 2010: 91).
Sedangkan etika merupakan serangkaian petunjuk yang harus diikuti,
memiliki standar atau idealism yang diterima oleh perorangan, kelompok, atau
suatu komunitas teknologi informasi. ( Eti, 2010: 91)
Menurut james H. Moor ( Eti, 2010: 91-92) Peran etika dalam
teknologi informasi sebagai berikut:
1.
Alat
analisis mengenai sifat dan dampak social teknologi informasi
2.
Formulasi
dan justifikasi kebijakan untuk menggunakan teknologi informasi
3.
Alat
untuk menganalisis dampak social ekonomis yang ditimbulkan dari pengguna
teknologi informasi
4
Upaya
untuk menghindari atau mencegah hal-hal yang mengancam, merusak, dan mematikan
kegiatan teknologi informasi secara langsung atau tidak langsung.
Menurut Hary Gunarto ( Eti, 2010: 92) dasar filosofis etika yang
akan dituangkan dalam hukum teknologi informasi sering dinyatakan dalam emapat
macam nilai kemanusiaan yang universal, meliputi:
1.
Solitude ( hak untuk tidak diganggu)
2.
Anonymity
( hak untuk tidak dikenal)
3.
Intimacy ( hak untuk tidak dimonitor)
4.
Reserve
(hak untuk dapat mempertahankan informasi individu sehingga terjaga
kerahasiaanya)
Menurut Deborah ( Eti, 2010: 92) memberikan pendapat yang perlu
diperhatikan dalam etika teknologi informasi yaitu:
1.
Hak
atas akses computer
2.
Hak
atas keahlian computer
3.
Hak
atas spesialis computer
4.
Hak
atas pengambilan keputusan computer
Hambatan dalam menghadapi penerapan etika dan hukum pada teknologi
informasi dan internet, antara lain pemahaman mengenai etika dan hokum pada
masing-masing kelompok social yang berbeda, baik di negara maju maupun Negara
berkembang. Menurut hary Gunarto ( Eti, 2010: 92) meskipun permasalahan etika
dan hokum teknologi informasi dan internet sangat kompleks tetapi beberapa
tindakan dan prilaku yang dianggap tidak etis menurut perjanjian internasional
telah berhasil dirumuskan antara lain:
1.
Akses
ke tempat yang tidak menjadi haknya
2.
Merusak
fasilitas computer dan jaringan
3.
Menghabiskan
secara sia-sia setiap sumber daya yang berkaitan dengan orang lain, computer,
ruang harddisk, dan bandwidhth .
4.
Menghilangkan
atau merusak integritas dan kerja sama antar-sistem computer
5.
Menggangu
kerahasiaan individu atau organisasi
Hukum merupakan aturan formal tentang prilaku, wewenang, atau
kekuasaan, pemerintah yang menetukan subjek atau kewarganegaraan ( Eti 2010:
92). Beberapa Negara telah berhasil secara konkret membuat peraturan untuk
mengatasi tindakan yang dianggap melanggar etika kedalam bentuk undang-undang
atau hukum teknologi informasi seperti:
1.
Kanada
dengan jenis undang-undang telecommunication act, broadcasting act,
radiocommunication act, crimninal, code
2.
Amerika
Serikat dengan undang-undang freedom of information act, privacy profectoin
act, computer security act, electronic communication privacy act.
3.
Indonesia
menggagas kerangka etika dan hokum teknologi informasi yang dilakukan oleh
pakar hokum Indonesia, yang dibahas melalui mailing list. Antara lain telematika@egroup.com, mastel-e-commerce@egroup.com, warta-e-commerce@egroup.com.
Dalam menanamkan budaya etika pada lembaga pendidikan, ada tiga
bentuk implementasi yang harus diperhatikan berikut ini ( Eti, 2010: 93):
1.
Membentuk
paham etika lembaga pendidikan, merupakan pernyataan singkat yang menjungjung
tinggi nilai lembaga pendidikan, yang dibentuk ,melalui komitmen dengan
pengguna jasa pendidikan, para pelaku yang terlibat dalam lembaga pendidikan,
serta komitmen dengan masyarakat secara umum.
2.
Program
etika merupakan system yang merancang aktivitas ganda untuk memfasilitasi
pimpinan dan bawahan yang terlibat dalam lembaga pendidikan dalam memahami
organisasi pendidikan.
3.
Membangun
kode etik lembaga pendidikan tersendiri atau beradaptasi dengan kode etik yang
dibuat oleh lembaga profesi di bidang pendidikan, misalnya kode etik guru dank
ode etik kepala sekolah.
Mc. Leod mengemukakan ( Eti, 2010: 94) bahwa dalam merencanakan
operasi teknologi informasi yang beretika harus memenuhi 9 tahap standar etika,
yaitu:
1.
Merumuskan
paham etika
2.
Membentuk
prosedur melalui peraturan-peraturan yang ada
3.
Menetapkan
sanksi
4.
Mengakui
adanya perilaku etis
5.
Memfokuskan
pada program pelatihan
6.
Melaksanakan
tanggung jawab yang dibebankan
7.
Mendorong
program rehabilitas etika
8.
Mendorong
partisipasi masyarakat professional untuk membeuat kede etik
9.
Menetapkan
budaya keteladanan.
Menurut James H. Moor ( Sutanta, 2003: 109) terdapat tiga alasan
mengenai pentingnya etika computer, yaitu:
1.
Kelenturan
logika, yaitu kemapuan teknologi computer untuk diprogram apapun sesuai dengan
keinginan
2.
Factor
transformasi, yaitu adanya fakta bahwa computer sapat mengubah secara drastic
tentang cara kita melakukan sesuatu.
3.
Factor
tak kasat mata, yaitu bahwa oprasi internal dalam computer adalah tersembunyi
dari penglihatan manusia. Hal ini membuka peluang terjadinya tiga hal, yaitu:
a.
Pemograman
yang tidak terlihat, yaitu pengkodean program computer yang tidak diinginkan
b.
Perhitungan
rumit dan kompleks yang tidak terlihat, meliputi program-program runit
melibatkan model matematis yang rumit dan kompleks sehingga tidak dimengerti
oleh pemakai.
c.
Penyalahgunaan
yang tidak terlihat, meliputi segala tindakan yang sengaja melanggar batasan
hukum dan etika.
E.
Konflik
dalam Lembaga Pendidikan sebagai prilaku Komunikasi
Setiap
lembaga termasuk lembaga pendidikan terlepas dari ukuran, struktur dan tujuan
melibatkan individu yang senantiasa berinteraksi untuk mencapai tujuan. Ketika
interaksi yang disebut komunikasi berperan sebagai jiwa penggerak lembaga,
konflik pun tidak mungkin dihindari. (
Eti, 2010: 148)
Menurut
Ety ( 2010: 149) ada tiga macam bentuk konflik:
1.
Konflik
pribadi merupakan konflik yang terjadi dalam diri setiap individu yang mengalami
pertentangan menyangkut keinginan, harapan dan nilai nilai yang dianut.
2.
Konflik
antar-pribadi merupakan konflik yang terjadi individu satu dengan individu yang
lain karena perbedaan latar belakang individu dan karena sumber daya lembaga
berupa modal, tenaga kerja, dan teknologi.
3.
Konflik
lembaga, konflik lembaga merupakan prilaku yang terjadi antar-kelompok dalam
lembaga tersebut ketika anggota kelompok yang mengidentifikasi kelompok lain
kemudian merasa kelompok lain itu menjadi kendala.
Sumber-sumber yang dapat mendorong konflik ada lima hal ( Eti,
2010:149). Yaitu:
1.
Lingkungan ekternal yang senantiasa berkembang
pesat dan penuh ketidak pastian menuntut tanggapan anggota lembaga pendidikan
untuk memiliki kemmapuan, sikap, dan kekuatan mencapai tujuan organisasi.
2.
Ukuran
ketika ukuran lembaga pendidikan semakain besar, misalnya pada sebuah perguruan
tinggi, bagian-bagian dalam lembaga pendidikan pun akan dibagi menurut
subbagian fakultas dan jurusan. Dalam konteks ini anggota setiap bagian terpisah dari
kelompoknya.
3.
Teknologi,
penerapan teknologi akan meningkatkan interaksi antar-bagian dalam sebuah
lembaga pendidikan dan dalam proses interaksi tersebut akan terjadi konflik.
4.
Tujuan.
Tujuan lembaga pendidikan diimplementasikan dan menjadi panduan bagi individu
yang terlibat di dalamnya. Dalam proses pencapaian tujuan konflik pasti akan
terjadi.
5.
Struktur.
Struktur organisasi lembaga pendidiakn idealnya dapat memudahkan koordinasi dan
proses control.
Ety, (2010: 150) memberikan solusi dalam mengatsi konflik di
lemabag pendidikan sebagai berikut:
1.
Mediasi
, cara ini mengembangkan dan memperluas proses negosiasi dengan melibatkan
pihak ketiga yang netral, diterima oleh semua pihak, dan pihak ketiga memiliki
kekuatan dalam memengaruhi keputusan yang akan diambil.
2.
Negosiasi,
biasaya digunakan untuk mengatasi konflik kepentingan yang melibatkan proses
tawar-menawar yang dipandu oleh pihak ketiga yang ahli dalam bidang yang sedang
dipermasalahkan.
3.
Arbitrasi,
merupakan cara penyelesaian konflik yang melibatkan satu badan resmi bukan
perorangan yang tidak berpihak untuk membantu menyelesaikan konflik.
DAFTAR PUSTAKA
Rochaety Eti 2010 Sistem Informasi Manajemen Pendidikan,
Bumi Aksara, Jakarta
Sutanta Edy 2003 Sistem Informasi Manajemen, Graha
Ilmu, Yogyakarta