Senin, 15 Oktober 2012

TEKNOLOGI INFORMASI DALAM LEMBAGA PENDIDIKAN



Teknologi Informasi Dalam Pendidikan
Teknologi informasi ( TI ) merupakan sebutan lain dari teknologi computer, yang dikhususkan untuk pengolahan data menjadi informasi yang bermanfaat bagi sebuah organisasi termasuk organisasi pendidikan. TI terus mengalami perkembangan baik dari bentuk, ukuran, kecepatan, dan kemampuan untuk mengakses multi media dan jaringan computer.( Eti, 2010: 73).

A.    Teknologi Informasi dalam Pendidikan
Teknologi informasi merupakan salah satu senjata persaingan. Hal ini tidak perlu di ragukan lagi karena saat ini teknologi informasi telah menjadi salah satu alat untk meningkatkan efesiensi dan keefektifan oprasional lembaga pendidikan. ( Eti, 2010: 17).
Pilihan masyarakat pada lembaga pndidikan disaat ini adalah lembaga pendidikan yang telah memakai perangkat teknologi informasi sangat memadai dalam berbagai aktivitas oprasional lembaga pendidikan tersebut. Hal itu disebabkan oleh salah satu unsure penilaian masyarakat tentang kualitas pendidikan saat ini dapat dilihat dari kemampuan sebuah lembaga pendidikan dalam menyajikan jasa pendidikan di antaranya menggunakan teknologi informasi.
Lembaga Pendidikan melihat TI sebagai alat yang sangat menarik untuk membuat oprasional organisasi lebih efesien. Tujuannya adalah mengahapus posisi penyambung komuinikasi dari dua tempat yang berkepentingan, juga menghapus batas waktu untuk oprasi internasional dengan konsep real time.
Fungsi Teknologi informasi dalam pendidikan dapat simpulkan sebagai berikut:
1.      Oprasional organisasi lebih efektif dan efesien
2.      Biaya dapat ditekan
3.      Pembelajaran lebih unggul
B.     Pendukung Teknologi Informasi dalam Pendidikan     
Kecepatan perkembangan teknologi informasi sangat tinggi sehingga sangat sulit bagi lembaga pendidikan untuk menyusun strategi mempertahankan eksistensinya dalam jangka panjang.  Menurut Eti ( 2010: 25) ada tiga kunci utama yang mendukung teknologi informasi untuk dijadikan asset lembaga pendidikan dalam jangka panjang yaitu sebagai berikut:
1.      Sumber Daya Manusia
Yang dimaksud dengan sumber daya manusia adalah staf penanggung jawab perencana dan pengembangan teknologi informasi pada sebuah lembaga pendidikan. Factor SDM yang menjadi staf pengembangan teknologi informasi pada lembaga pendidikan harus memiliki tiga dimensi berikut:
a.       Keahlian teknis sumber daya manusia sangat dibutuhkan dalam dunia pendidikan, mengingat cepatnya perkembangan teknologi informasi yang terjadi. Keahlian teknis yang dimiliki seseorang staf teknologi informasi terutama untuk selalu mempelajari hal-hal baru. (Eti, 2010: 25).
b.      Pengetahuan mengenai dunia pendidikan biasanya diperoleh dari hasil interaksi antar- SDM yang terlibat dalam dunia pendidikan, dan mengetahui proses oprasional lembaga pendidikan yang menggunakan bantuan teknologi informasi serta kemungkinan-kemingkinan untuk meningkatkan nilai tambah bagi lembaga pendidikan tersebut. ( Eti, 2010: 26).
c.       Orientasi pada pemecahan masalah. Hal ini tidak terbatas pada karakteristik SDM secara tradisional yang hanya terpaku pada tugas-tugas rutin. Akan tetapi SDM yang dibutuhkan cenderung merupakan kumpulan orang yang selalu berpikir kritis dan kreatif dalam memecahkan masalah yang terjadi pada lembaga. ( Eti, 2010: 26).
2.      Teknologi
Seluruh infrastruktur teknologi informasi, termasuk perangkat keras (hard ware) dan perangkat lunak (soft ware) dipergunakan secara bersama-sama dalam proses oprasional lembaga pendidikan karena merupakan tulang punggung terciptanya system yang terintegrasi, dengan biaya yang relative terjangkau, untuk baiaya oprasional, pengembangan, maupun biaya pemeliharaan. Dalam jangka pendek , menengah, panjang. Misalnya perangkat keras diganti dari waktu ke waktu ( upgrade), aplikasinya diinstalasi dan lainnya. Pada ahirnya system informasi yang dihasilkan akan memiliki potensi yang dapat dipercaya, akurat, dan konsisten. (Eti, 2010: 26)
3.       Relasi
Yang dimaksud dengan relasi dalam hal ini adalah hubungan teknologi informasi dengan pihak manajemen lembaga pendidikan sebagai pengambilan keputusan. Menjalin suatu relasi berarti membagi resiko dan tanggungjawab. Dalam mewujudkan relasi ini harus didukung oleh pimpinan tertinggi dari lembaga pendidikan sehingga akan bertanggungjawab pada aplikasi teknologi informasi yangb berorientasi terhadap proses bukan sekedar fungsi organisasi. ( Eti, 2010: 26).
C.    Keamanan Sistem Informasi
Keamana system informasi menjadi bagian yang sangat penting untuk menjamin keutuhan data dan kualitas informasi yang akan dihasilkan. Upaya yang dilakukan secara teknis untuk mengatasi pengrusakan, penghilangan, atau penghambatan distrubusi data dan informasi yaitu dengan menyusun visi bersama guna melindungi dan mengamankan data dan informasi. Visi yang telah disusun dituangkan dalam bentuk prosedur manajemen kendali sehingga semua komponen dalam organisasi ikut terlibat dalam pengemanan. (Eti, 2010: 89).
Terdapat tiga pengendalian data dan informasi ( Eti, 2010: 89) meliputi:
1.      Pengendalian Sistem Informasi
Pengendalian ini merupakan cara dan upaya untuk menyakinkan bahwa keakuratan dan validitas kegiatan system informasi dapat dilaksanakan kapan dan di manapun kegiatan dioprasikan. Pengendalian perlu diciptakan untuk kegiatan input data, kegiatan pemrosesan, dan kegiatan penyimpanan data sehingga implementasi system dapat dilaksanakan dengan baik dan aman. ( Eti, 2010: 89).
2.      Pengendalian Prosedural
Untuk menjaga agar layanan informasi cukup aman, selain pengendalian system informasi, dibutuhkan pengendalian procedural yang mengatur prosedur, pengoprasian adminisrasi kepegawaian yang efektif dan efesien. Hal-hal yang yang harus dirumuskan dalam penyusunan pengendalian procedural menurut Eti ( 2010; 91) antara lain:
a.       Prosedur backup data dan program yang disesuaikan dengan tingkat urgensinya.
b.     Prosedur untuk memasuki lingkungan jaringan computer yang ada dilingkungan organisasi dan prosedur apabila keluar dan meninggalkannya.
c.     Prosedur pembagian kerja antara staf pengelola teknologi informasi berdasarkan keahlian dan kemampuan.
3.      Pengendalian fasilitas dan usaha pengamanan
Hal ini dilakukan untuk melindungi fasilitas sisi system informasi yang berbasis teknologi informasi serta peralatan pendukungnya dari kerusakan dan pencurian. Upaya pengendalian fasilitas dapat dilakukan, anatar lain melakaukan kompresi agar dapat menjaga tingkat kepadatan lalu-lintas data dalam jaringan, enskripsi, dan deskripsi untuk menjaga keamanan data dalam harddisk maupun yang sedang ,elintas dalm jaringan.
D.    Moral, Etika, dan Hukum Teknologi Informasi
Menurut Mc.Leod moral merupakan kebiasaan dalam mempercayai prilaku baik atau buruk. Oleh sebab itu, moral merupakan institusi social yang memiliki sejarah dan deretan peraturan ketika semua individu harus bertanggung jawab terhadap perilaku masyarakatnya, moral tersebut mempelajari aturan-aturan tentang perilaku sejak seseorang masih kecil. ( Eti, 2010: 91).
Sedangkan etika merupakan serangkaian petunjuk yang harus diikuti, memiliki standar atau idealism yang diterima oleh perorangan, kelompok, atau suatu komunitas teknologi informasi. ( Eti, 2010: 91)
Menurut james H. Moor ( Eti, 2010: 91-92) Peran etika dalam teknologi informasi  sebagai berikut:
1.      Alat analisis mengenai sifat dan dampak social teknologi informasi
2.      Formulasi dan justifikasi kebijakan untuk menggunakan teknologi informasi
3. Alat untuk menganalisis dampak social ekonomis yang ditimbulkan dari pengguna teknologi informasi
4  Upaya untuk menghindari atau mencegah hal-hal yang mengancam, merusak, dan mematikan kegiatan teknologi informasi secara langsung atau tidak langsung.
Menurut Hary Gunarto ( Eti, 2010: 92) dasar filosofis etika yang akan dituangkan dalam hukum teknologi informasi sering dinyatakan dalam emapat macam nilai kemanusiaan yang universal, meliputi:
1.      Solitude ( hak untuk tidak diganggu)
2.      Anonymity ( hak untuk tidak dikenal)          
3.      Intimacy ( hak untuk tidak dimonitor)
4.      Reserve (hak untuk dapat mempertahankan informasi individu sehingga terjaga kerahasiaanya)
Menurut Deborah ( Eti, 2010: 92) memberikan pendapat yang perlu diperhatikan dalam etika teknologi informasi yaitu:
1.      Hak atas akses computer
2.      Hak atas keahlian computer
3.      Hak atas spesialis computer
4.      Hak atas pengambilan keputusan computer
Hambatan dalam menghadapi penerapan etika dan hukum pada teknologi informasi dan internet, antara lain pemahaman mengenai etika dan hokum pada masing-masing kelompok social yang berbeda, baik di negara maju maupun Negara berkembang. Menurut hary Gunarto ( Eti, 2010: 92) meskipun permasalahan etika dan hokum teknologi informasi dan internet sangat kompleks tetapi beberapa tindakan dan prilaku yang dianggap tidak etis menurut perjanjian internasional telah berhasil dirumuskan antara  lain:
1.      Akses ke tempat yang tidak menjadi haknya
2.      Merusak fasilitas computer dan jaringan
3.      Menghabiskan secara sia-sia setiap sumber daya yang berkaitan dengan orang lain, computer, ruang harddisk, dan bandwidhth .
4.      Menghilangkan atau merusak integritas dan kerja sama antar-sistem computer
5.      Menggangu kerahasiaan individu atau organisasi
Hukum merupakan aturan formal tentang prilaku, wewenang, atau kekuasaan, pemerintah yang menetukan subjek atau kewarganegaraan ( Eti 2010: 92). Beberapa Negara telah berhasil secara konkret membuat peraturan untuk mengatasi tindakan yang dianggap melanggar etika kedalam bentuk undang-undang atau hukum teknologi informasi seperti:
1.      Kanada dengan jenis undang-undang telecommunication act, broadcasting act, radiocommunication act, crimninal, code
2.      Amerika Serikat dengan undang-undang freedom of information act, privacy profectoin act, computer security act, electronic communication privacy act.
3.      Indonesia menggagas kerangka etika dan hokum teknologi informasi yang dilakukan oleh pakar hokum Indonesia, yang dibahas melalui mailing list. Antara lain telematika@egroup.com, mastel-e-commerce@egroup.com, warta-e-commerce@egroup.com.
Dalam menanamkan budaya etika pada lembaga pendidikan, ada tiga bentuk implementasi yang harus diperhatikan berikut ini ( Eti, 2010: 93):
1.      Membentuk paham etika lembaga pendidikan, merupakan pernyataan singkat yang menjungjung tinggi nilai lembaga pendidikan, yang dibentuk ,melalui komitmen dengan pengguna jasa pendidikan, para pelaku yang terlibat dalam lembaga pendidikan, serta komitmen dengan masyarakat secara umum.
2.      Program etika merupakan system yang merancang aktivitas ganda untuk memfasilitasi pimpinan dan bawahan yang terlibat dalam lembaga pendidikan dalam memahami organisasi pendidikan.
3.      Membangun kode etik lembaga pendidikan tersendiri atau beradaptasi dengan kode etik yang dibuat oleh lembaga profesi di bidang pendidikan, misalnya kode etik guru dank ode etik kepala sekolah.
Mc. Leod mengemukakan ( Eti, 2010: 94) bahwa dalam merencanakan operasi teknologi informasi yang beretika harus memenuhi 9 tahap standar etika, yaitu:
1.      Merumuskan paham etika
2.      Membentuk prosedur melalui peraturan-peraturan yang ada
3.      Menetapkan sanksi
4.      Mengakui adanya perilaku etis
5.      Memfokuskan pada program pelatihan
6.      Melaksanakan tanggung jawab yang dibebankan
7.      Mendorong program rehabilitas etika
8.      Mendorong partisipasi masyarakat professional untuk membeuat kede etik
9.      Menetapkan budaya keteladanan.
Menurut James H. Moor ( Sutanta, 2003: 109) terdapat tiga alasan mengenai pentingnya etika computer, yaitu:
1.      Kelenturan logika, yaitu kemapuan teknologi computer untuk diprogram apapun sesuai dengan keinginan
2.      Factor transformasi, yaitu adanya fakta bahwa computer sapat mengubah secara drastic tentang cara kita melakukan sesuatu.
3.      Factor tak kasat mata, yaitu bahwa oprasi internal dalam computer adalah tersembunyi dari penglihatan manusia. Hal ini membuka peluang terjadinya tiga hal, yaitu:
a.       Pemograman yang tidak terlihat, yaitu pengkodean program computer yang tidak diinginkan
b.      Perhitungan rumit dan kompleks yang tidak terlihat, meliputi program-program runit melibatkan model matematis yang rumit dan kompleks sehingga tidak dimengerti oleh pemakai.
c.       Penyalahgunaan yang tidak terlihat, meliputi segala tindakan yang sengaja melanggar batasan hukum dan etika.
E.     Konflik dalam Lembaga Pendidikan sebagai prilaku Komunikasi
Setiap lembaga termasuk lembaga pendidikan terlepas dari ukuran, struktur dan tujuan melibatkan individu yang senantiasa berinteraksi untuk mencapai tujuan. Ketika interaksi yang disebut komunikasi berperan sebagai jiwa penggerak lembaga, konflik pun tidak  mungkin dihindari. ( Eti, 2010: 148)

Menurut Ety ( 2010: 149) ada tiga macam bentuk konflik:
1.      Konflik pribadi merupakan konflik yang terjadi dalam diri setiap individu yang mengalami pertentangan menyangkut keinginan, harapan dan nilai nilai yang dianut.
2.      Konflik antar-pribadi merupakan konflik yang terjadi individu satu dengan individu yang lain karena perbedaan latar belakang individu dan karena sumber daya lembaga berupa modal, tenaga kerja, dan teknologi.
3.      Konflik lembaga, konflik lembaga merupakan prilaku yang terjadi antar-kelompok dalam lembaga tersebut ketika anggota kelompok yang mengidentifikasi kelompok lain kemudian merasa kelompok lain itu menjadi kendala.
Sumber-sumber yang dapat mendorong konflik ada lima hal ( Eti, 2010:149). Yaitu:
1.       Lingkungan ekternal yang senantiasa berkembang pesat dan penuh ketidak pastian menuntut tanggapan anggota lembaga pendidikan untuk memiliki kemmapuan, sikap, dan kekuatan mencapai tujuan organisasi.
2.      Ukuran ketika ukuran lembaga pendidikan semakain besar, misalnya pada sebuah perguruan tinggi, bagian-bagian dalam lembaga pendidikan pun akan dibagi menurut subbagian fakultas dan jurusan. Dalam konteks  ini anggota setiap bagian terpisah dari kelompoknya.
3.  Teknologi, penerapan teknologi akan meningkatkan interaksi antar-bagian dalam sebuah lembaga pendidikan dan dalam proses interaksi tersebut akan terjadi konflik.
4.   Tujuan. Tujuan lembaga pendidikan diimplementasikan dan menjadi panduan bagi individu yang terlibat di dalamnya. Dalam proses pencapaian tujuan konflik pasti akan terjadi.
5.    Struktur. Struktur organisasi lembaga pendidiakn idealnya dapat memudahkan koordinasi dan proses control.
Ety, (2010: 150) memberikan solusi dalam mengatsi konflik di lemabag pendidikan sebagai berikut:
1.      Mediasi , cara ini mengembangkan dan memperluas proses negosiasi dengan melibatkan pihak ketiga yang netral, diterima oleh semua pihak, dan pihak ketiga memiliki kekuatan dalam memengaruhi keputusan yang akan diambil.
2.      Negosiasi, biasaya digunakan untuk mengatasi konflik kepentingan yang melibatkan proses tawar-menawar yang dipandu oleh pihak ketiga yang ahli dalam bidang yang sedang dipermasalahkan.
3.      Arbitrasi, merupakan cara penyelesaian konflik yang melibatkan satu badan resmi bukan perorangan yang tidak berpihak untuk membantu menyelesaikan konflik.


DAFTAR PUSTAKA

Rochaety Eti               2010    Sistem Informasi Manajemen Pendidikan, Bumi Aksara, Jakarta

Sutanta Edy                2003    Sistem Informasi Manajemen, Graha Ilmu, Yogyakarta