Minggu, 16 Februari 2014

METODE PENDIDIKAN AKHLAK DI PONDOK PESANTREN


Pendidikan  akhlak baik itu berdasarkan kepada iman yang kuat, oleh karena itu penanaman iman harus menggunakan metode yang menyentuh hati karena iman adanya di hati yang berpengaruh kepada anak.
  Di Pondok Pesantren metode penanaman iman sebagaimana ditawarkan oleh an-Nahlawi yaitu hiwar, kisah qur’ani, perumpamaan, peneladanan, pembiasaan, ibrah-mauizah, targhib dan tarhib menurut Prof. Tafsir memang sudah dilaksankan di Pondok Pesantren ( 2012: 216).     

  Lebih khusus lagi menurut Prof. Tafsir ( 2012: 306) berpendapat bahwa pondok pesantren dalam menanamkan keimanan dilakukan sebagai berikut: 

a.       Contoh terutama dari kehidupan kyai 
Kyai merupakan contoh kehidupan   bagi para santri karena kyai sebagai penyaring arus informasi yang masuk kepada santri, menularkan apa yang dianggap berguna dan membuang apa yang dianggap merusak, oleh karena itu menurut Greetz kyai sebagai filter budaya ( Tafsir, 2012: 297). Menurut Horikoshi ( Tafsir, 2012: 297) kyai bukan hanya memfilter budaya tetapi juga menawarkan agenda perubahan yang dianggap perlu bagi masyarakat.  Pertunjukan tingkah laku tertentu yang dimunculkan oleh seseorang yang dihormati, dikagumi dan dipercaya oleh anak, senantiasa akan mempengaruhi sikap dan prilakunya. Anak tersebut akan menyaksikan tingkah laku orang yang dikagumi akan cenderung menirunya. ( Majid, 2008: 80). Keteladanan ini sejalan dengan ungkapan Ki Hajar Dewantra ing ngarsa sung tulodo. Selain itu  Sarason mengemukakan pentingnya keteladanan yang merupakan cara paling ampuh dalam mengubah prilaku seseorang ( Majid, 2005: 81).   

b.      Kondisi Kehidupan di Pesantren 
kekuatan pesantren antara lain adalah tradisinya. Adanya bacaan-bacaan wirid, mendendangkan salawat menjelang subuh, akan besar pengaruhnya kepada suasana kejiawaan. Membacakan ayat Al-Qur’an, doa-doa, dan suasana umum pesantren sendiri seperti mencium tangan kyai, berbagai pemulian terhadap kyai yang dilakukan oleh orang yang berkunjung ke pesantren, semuanya itu memberikan suasana tersendiri yang memungkinkan tumbuhnya rasa agama di hati para santri. ( Tafsir: 2011: 141).Proses pengkondisian memang perlu dilakukan dalam internalisasi nilai-nilai ajaran Islam. Proses pengkondisian telah dicontohkan oleh Rosulullah ketika kota Mekah tidak lagi memungkinkan untuk penyebaran dan penegakan ajaran Islam, maka beliau hijrah ke Madinah. Disanalah beliau memupuk keimanan, menanamkan rasa persaudaraan, tenggang rasa, empati, kasih sayang, pengendalian diri, komitmen. Proses pembentukan sikap melalui pengkondisian telah banyak dieksperimenkan oleh para ahli psikologi. Misalnya Pavlov dengan teorinya Stimulus Respon. ( Majid, 2008: 79). 

c.       Peraturan kedisiplinan 
Kedisiplinan di Pondok Pesantren dijalankan dengan baik seperti bangun sebelum subuh tepat waktu, penjadwalan kebersihan, pengajian dan jadwal pulang ke kampung halaman.  Kedisplinan ini akan menimbulkan pembiasaan. Sedangkan pembiasaan merupakan salah satu cara untuk mencapai keberagamaan yang baik, dan keberagamaan yang baik merupakan jalan untuk membentuk akhlak yang baik.( Tafsir, 2010: 231).   

d.      Pepujian yang ritual 
Metode Pepujian merupakan metode yang biasanya dilakukan oleh Pondok Pesantren yang tradisional baik dengan membaca shalawat atau membaca al-Qur’an yang dilakukan sebelum subuh yang biasa dikenal dengan tarhiman. ( Tafsir, 2012: 219).Para ulama dalam melakukan pepujian berupa shalawat setelah adzan sebelum qomat menurut KH. Abdul Manan Ghani bersandar pada hadits yang diriwayatkan oleh Muslim, sebagai berikut:
 “ ketika kalian mendengarkan adzan maka jawablah, kemudian setelah itu bacalah shalawat kepadaku” (HR. Muslim) 

Metode pupujian ini menurut Prof. Tafsir menyentuh hati sehingga rasa keberagamaan dapat dirasakan oleh hati dan hati adalah tempatnya iman sebagaimana allah berfirman dalam surat al-Hujrat ayat 14 :
 orang-orang Arab Badui itu berkata: "Kami telah beriman". Katakanlah: "Kamu belum beriman, tapi Katakanlah 'kami telah tunduk', karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu; dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tidak akan mengurangi sedikitpun pahala amalanmu; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." ( al-Hujrat: 14)

Pupujian dan ayat-ayat al-Qur’an mempunyai semacam getaran gaib yang tidak dapat dilukiskan dengan kata-kata karena rasa maka tidak bisa dilaporkan dalam suara dan aksara. ( Tafsir, 2012: 220).Selain pepujian, di pesantren juga selalu melaksanakan wirid. Wirid yaitu pengucapan doa-doa, berulang-ulang. Tafsir ( 2012: 221).  Lafal-lafal wirid banyak tetapi biasanya tidak lepas dari lafal subahanalloh. Al-hamdulillah, allahhu akbar dan lailahailallah. Adapun pelaksanaan wirid ini setelah solat pardu khusunya solat pardu magrib dan subuh, suaranya kalau di pondok pesantren biasanya dikeraskan bersama-sama santri namun tidak sampai menggangu orang yang lain solat.  Prof. Tafsir ( 2012: 222) berpendapat pengaruh wirid kepada  pendidikan memang sulit dijelaskan tetapi mereka yang sering mengalaminya dapat memahami dan merasakannya adanya pengaruh wirid itu pada pelakunya, suatu pengaruh yang memperkuat rasa iman, memantapkan rasa beragama. 

Daftar Pustaka

Majid, Abdul. ( 2008 ) Perencanaan Pembelajaran, Bandung: Rosda 
Tafsir, Ahmad ( 2011) Metodologi Pengajaran Agama Islam, Bandung: Rosda
Tafsir, Ahmad ( 2010) Filasafat Pendidikan Islami, Bandung: Rosda
Tafsir, Ahmad ( 2012 ) Ilmu Pendidikan Islami, Bandung: Rosda   

1 komentar:

  1. Terima kasih atas infonya tentang metode pendidikan akhlak di pesantren , siapa tau nanti bisa kuterapkan di pondok kami jawa timur.

    BalasHapus