Sebelum menjelaskan tentang pengertian akhlak , alangkah baiknya
Penulis mengulas sekilas istilah yang sering disamakan dengan akhlak yaitu budi
pekerti, etika dan moral.
Budi pekerti merupakan istilah
netral yang mempunyai arti tuntutan sekaligus ukuran baik dan buruk perbuatan,
baik menurut apa? belum bisa dijawab inilah yang disebut netral tadi.(Tafsir,
2012: 120). Etika yaitu ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan buruk dengan
memperhatikan amal perbuatan manusia sejauh yang diketahui oleh akal pikiran.
(Ya’qub, 1983: 13). Sedangkan moral
berasal dari kata bahasa latin “mores” kata jama’ dari “mos” yang
berarti adat kebiasaan. Secara terminologi moral yaitu perbuatan baik dan buruk
yang didasarkan pada kesepakatan masyarakat. ( Saebani,2010: 30).
Dari ulasan singkat tentang budi
pekerti, etika, moral jelas bahwa budi pekerti adalah kata netral yang
menunjukan baik dan buruk, bila baik buruk itu berdasarkan akal maka budi
pekerti etika dan bila baik buruk didasarkan dengan kesepakatan masyarakat maka
budi pekerti moral. Lalu bagaimana dengan akhlak?, inilah yang akan dibahas
oleh Penulis.
Kata “اَخْلاق ” berasal dari bahasa arab jama’ dari kata “خُلُقٌ
” yang berarti
budi pekerti, perangi, tingkah laku atau tabiat, tata karma, sopan santun, adab
dan tindakan. ( Saebani, 2010: 13). Sedangkan pengertian secara termonologi,
akhlak yaitu budi pekerti yang ditentukan oleh agama. ( Tafsir, 2012: 121).
Imam ghozali ( Dzatnika, 1996: 27) berpendapat akhlak yaitu suatu sifat yang
tetap pada jiwa yang padanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan
tidak membutuhkan kepada pikiran. Sedangkakan Ahmad Amin ( Dzatnika, 1996: 27)
mendefinisikan akhlak yaitu membiasakan kehendak. Dari pengertian Ahmad Amin
dan Ghozali sesuatu menjadi akhlak apabila perbuatan-perbuatan baik atau buruk dilakukan dengan diulang-ulang sehingga
pada waktu mengerjakan perbuatan tersebut menjadi kebiasaan dan tidak
menimbulkan pemikiran lagi.
Uraian dia atas
menjelaskan bahwa akhlak merupakan budi pekerti yang berdasarkan agama Islam
yakni al-Qur’an dan hadits berbeda dengan etika dan moral bahkan dengan akhlak yang ada dalam
agama samawi lainnya yaitu Yahudi dan Nasroni.
Menurut Ali
Abdul Halim Mahmud ( 2004: 19) akhlak islam berbeda dengan akhlak agama samawi
lainnya yaitu Yahudi dan Nasrani. Dalam yahudi akhlak lebih memperhatikan
terhadap kehidupan dunia. Sebagian besar konsentrasi mereka (yahudi) dicurahkan
kepada kehidupan dunia fana ini, sedangkan kehidupan yang kekal mereka hanya
sedikit perhatian dan larangan-larang mereka hanya berlaku kepada kerabat,
sebagaimana tercantum dalam perjanjian lama, kitab keluaran:19/5 yang berbunyi:
“ Hormatilah
ayah dan ibumu agar kehidupan yang diberikan Tuhanmu di bumi ini berlangsung
lama, jangan sampai membunuh, jangan berzina, jangan mencuri, jangan menjadi
saksi palsu atas tuntutan yang yang ditujukan kepada kerabatmu, jangan pula kau
menginginkan rumah, istri, hamba laki-laki, sapi, keledai, dan sedikitpun dari
milik kerabatmu.”
Menurut Mahmud ( 2004: 20) akhlak dalam agama
Nasroni yang berasal dari Tuhan tetapi Agama Masehi ini lebih memperhatikan
kehidupan akhirat, sehingga kehidupan dunia terabaikan sebagaimana tercantum
dalam injil Matius: 4/3: “beruntunglah orang-orang yang penyayang kerena mereka
menyayangi. Beruntunglah orang-orang yang hatinya suci kerena mereka
menyaksikan Allah…...kalian bahwasannya ada yang berkata ‘ Mata dibalas dengan
mata, gigi dibalas dengan gigi’ akan tetapi Aku berkata’ janganlah kalian balas
kejahatan akan tetapi jika seseorang menampar pipi kananmu maka berikanlah pipi
kirimu….” Kalau
begitu apa karakteristik akhlak islam?
Maka Penulis akan mengulas tentang karakteristik akhlak islam.
Akhlak Islam
mempunyai karakter adalah al-qur’an dan hadits sebagai sumbernya, kedudukan
akal, motivasi iman, mata rantai akhlak, tujuan luhur akhlak. ( Ya’qub, 1983:
50).
a.
Al-Qur’an
dan Hadits sebagai sumber akhlak islam
Al-Qur’an dan hadits sebgai sumber
hokum bagi umat islam baik dalam aqidah, ibadah dan juga dalam akhlak. Sehingga
Al-Qur’an dan hadits sebagai pedoman bagi umat islam, Allh berfirman dalam
surat al-Maidah ayat 15-16:
“ Hai ahli Kitab, Sesungguhnya telah datang
kepadamu Rasul Kami, menjelaskan kepadamu banyak dari isi Al kitab yang kamu
sembunyi kan, dan banyak (pula yang) dibiarkannya. Sesungguhnya telah datang
kepadamu cahaya dari Allah, dan kitab yang menerangkan”.
“Dengan kitab Itulah Allah menunjuki
orang-orang yang mengikuti keredhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan
kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada
cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan
yang lurus”.
Sedangkan
hadits sebagai pedoman kedua untuk umat islam sebagaimana Allah berfirman dalam
surat al-Hasr ayat 7 :
“……Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka
tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras
hukumannya”.
Dan
Allah berfirman dalam surat al-ahzab ayat 21 :
“ Sesungguhnya telah ada pada (diri)
Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap
(rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah”.
Jika telah jelas bahwa Al-Qur’an dan
Sunah Rosul adalah pedoman hidup yang menjadi dasar bagi setiap muslim, maka
teranglah keduannya merupakan sumber akhlak dalam Islam.
b.
Kedudukan
Akal dan Naluri
Hamzah Ya’qub (1983: 51) berpendapat bahwa etika yang menjadikan akal dan naluri sebagai
dasar penentuan baik dan buruk, maka ajaran akhlak Islam berpendirian sebagai
berikut:
1). Akal dan naluri sebagai anugrah dari Allah
2).
Akal pikiran manusia terbatas sehingga tidak bisa memecahkan semua masalah
sebagaiman Allah berfirman:
“ dan mereka bertanya kepadamu tentang roh.
Katakanlah: "Roh itu Termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi
pengetahuan melainkan sedikit".(Q.S. 17 al-Isra: 85).
3).
Naluri manusia harus mendapatkan pengarahan dari petunjuk Allah yang dijelaskan dalam al-qur’an. Jika
tidak naluri akan salah dalam penyalurannya.
c.
Motivasi Iman
Dalam islam setiap perbuatan motivasi dalam perbuatan adalah
aqidah, iman yang terpatri dalam hati. Iman itulah yang membuat seorang muslim
ikhlas, mau bekerja (beramal). Keras bahkan rela berkorban. Iman itulah yang
menjadi pendorong dalamk perbuatan. Nabi bersabda
“ sekali-kali tidaklah seorang mu’min akan merasa kenyang (puas)
mengerjakan kebaikan, menjelang puncaknya memasuki surga” ( H.R. Tirmidzi).
d.
Mata
Rantai Akhlak
Dengan motivasi iman, maka
terdoronglah seorang mu’min mengerjakan kebaikan sebanyak-banyaknya menurut
kemampuannya. Dalam memanivestasikan iman tersebut terdapat “mata rantai” yang
berkaitan dalam realisasinya, yakni niat (keikhlasan) dalam hati, dan pembuktian
dengan amal yang dilaksanakan oleh anggota tubuh ( Ya’qub, 1983: 53). Nabi
bersabda:
“Sesungguhnya setiap amal perbuatan tergantung
pada niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) sesuai dengan
niatnya. ( Mutafaq ‘alaihi).
Dengan perkataan lain bahwa hanyalah perbuatan
yang disertai niat, yang dapat dietrima dan dipertanggungjawabkan. Amal tanpa
niat tidak mendapatkan penilaian dalam pandangan Islam ( Ya’qub, 1983: 53).
e. Tujuan Luhur
Akhlak
Dalam dua iftitah solat kita selalu mengucapkan
sesungguhnya solat ku, dan hidupku, hidup, mati semua semata-mata
dipersembahkan hanya kepada Allah. Tujuan yang akan dicapai oleh seorang mu’min
beraakhlak adalah untuk mencapai ridha Allah. Sebagaimana Allah berfirman:
“ Hai
jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi
diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku. Masuklah ke dalam
syurga-Ku.” (Q.S. 89: 27-30).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar